I made this widget at MyFlashFetish.com.

Etiam placerat

Model-Model Instruksional

-->
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Mengajar merupakan kegiatan yang sangat kompleks.Tidak setiap orang pun, yang pernah mengurus 20 orang anak yang berbeda-beda di kelas-kelas SD atau SL, dapat membantah pernyataan itu.
Mengajar merupakan pekerjaan professional yang tidak bisa lepas dari berbagai macam problema, apalagi yang dihadapi masyarakat yang dinamis. Guru sebagai pendidik dan pengajar dalam melaksanakan tugasnya sering menemukan problema-problema yang dari waktu kewaktu selalu berbeda, apalagi bila dihubungkan dengan keperluan perorangan atau kemasyarakatan, maka keaneaan problematika tersebut makin luas. Sabenarnya problematika tersebut datang dari implikasi dinamika masyarakat itu sendiri, yaitu menunjukkan hidup manusia menuntut kemajuan-kemajuan yang perlu dipenuhi oleh masyarakat itu sendiri. Akan tetapi problema yang menuntut kepada penelitian yang cermat mengenai sumber-sumber penyebabnya dan akibat-akibat apa yang akan timbul bila tidak terselesaikan.
Oleh karena itu dalam melaksanakan tugasnya, guru mempunyai banyak problema yang terkait dengan anak didik, kurikulum, metode pengajaran, dan tuntutan umum yang lainnya.Dari berbagai dinamika dan problem-problem diatas, guru masih dituntut untuk bersikap professional, walaupun tidak didukung dengan sarana yang layak, jadi disini kerja guru ekstra atau harus bekerja secara optimal.
Pengembangan sistem pembelajaran (instruksional) merupakan salah satu bentuk pembaharuan sistem instruksional yang banyak dilakukan dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan, dengan maksud agar sistem tersebut dapat lebih serasi dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, serasi pula dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan utama meningkatkan produktivitas dan efisiensi proses pembelajaran.
Namun demikian, pendekatan yang sistematis dalam kegiatan instruksional ini dilakukan dengan cara yang berbeda-beda, dan dengan sebutan yang berbeda-beda pula. Sebutan itu di antaranya adalah: pengembangan instruksional, desain instruksional, pengembangan sistem instruksional, pengembangan program instruksional, pengembangan produk instruksional, pengembangan organisasi, dan pengembangan kemampuan mengajar. Tetapi istilah populer yang lazim digunakan adalah “pengembangan instruksional (pembelajaran), yang merupakan padanan dari istilah “instructional development”.Istilah yang disebutkan terakhir ini adalah merupakan istilah resmi yang dibakukan oleh organisasi profesi AECT (Association for Educational Communication and Technology) di Amerika Serikat.
Dalam operasionalnya pengembangan sistem intruksional ini dapat dilaksanakan untuk jangka pendek maupun jangka panjang; dapat dilaksanakan untuk satu topik sajian, satu periode latihan, satu semester, satu bidang studi, atau bahkan satu sistem yang lebih besar lagi.
Atas dasar itulah Gustafson (dalam Sadiman, 1986:13) membedakan adanya tingkatan atau level pengembangan sistem instruksional, yakni: (a) tingkatan kelas, (b) tingkatan sistem, (c) tingkatan produk, dan (d) tingkatan organisasi. Setiap tingkatan tersebut memiliki fungsi dan model-model yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Di Indonesia, pengembangan sistem pembelajaran merupakan hal yang relatif baru. Pertama kali digunakan pada tahun 1972 oleh Badan Pengembangan Pendidikan (sekarang: Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan) dengan nama populernya PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional). Bahkan perguruan tinggi kita baru mengenal dan menggunakan model pengembangan sistem instruksional ini pada tahun 1976.Sejak saat itu pengembangan dan penggunaan model-model pengembangan sistem intruksional sangat berkembang pesat sampai saat ini.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pengembangan system intruksional ?
2.      Bagaimanakah model-model dari pengembangan system intruksional ?

1.3  Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengembangan system intruksional.
2.      Untuk mengetahui model-model dalam pengembangan system intruksional.



BAB II
KERANGKA TEORI
Ada banyak sekali konsepsi dasar tentang pengembangan sistem intruksional yang dapat kita jumpai dalam berbagai kepustakaan, yang rumusannya saling berbeda. Untuk memperoleh pengertian yang komprehensif, berikut ini diberikan beberapa konsepsi dasar yakni:
Ø  AECT (1979: 20) mendefenisikan sebagai berikut:
Pengembangan pembelajaran adalah suatu pendekatan yang sistematis dalam desain, produksi, evaluasi, dan pemanfaatan sistem pembelajaran yang lengkap termasuk komponen-komponennya dan contoh manajemen penggunaannya.

Ø  AETT (dalam Miarso, 1988: 8) mendefenisikan bahwa:
Pengembangan instruksional adalah pengembangan sumber-sumber belajar secara sistematik agar dapat terjadi perubahan perilaku.

Ø  Ely (1978: 4) mendefenisikan bahwa:
Pengembangan sistem instruksional adalah suatu proses secara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitas dan praktis bisa dilaksanakan.

Dari beberapa konsepsi dasar tentang pengembangan sistem instruksional, maka dapat ditarik kesimpulan.Pengembangan sistem pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sistematis dalam menilai, mendeskripsikan, mengidentifikasi, mengembangkan serta menggunakan komponen-komponen sistem pembelajaran (peserta didik, tujuan, materi, media, metode, dan evaluasi) demi tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Pengembangan system Intruksional
3.1.1        Pengertian Pengembangan Sistem Intruksional
Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional system design) dan disain instruksional (instructional design) sering dianggap sama. “disain” berarti membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana pendahuluan “mengembangkan” berarti membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif, dan sebagainya.
Pengembangan Sistem Instruksional ialah suatu proses menentukan dan menciptakan situasi dan kondisi tertentu yang menyebabkan siswa dapat berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan di dalam tingkah lakunya (Carey, 1977).
Sedangkan menurut Ely : Pengembangan sistem instruksional adalah suatu proses secara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitas dan praktis bisa dilaksanakan (Ely, 1979).
Pengembangan sistem intruksional ialah proses menciptakan situasi dan kondisi tertentu yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan perilaku dan mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitas dan praktis bisa dilaksanakan. Pengembangan ini senantiasa didasarkan pada pengalaman.Pengamatan yang sesama dan percobaan yang terkendali.
Ada dua proses pengembangan, pertama ialah pendekatan secara empiris yang menggunakan dasar-dasar teori, bahan pengajaran disusun berdasarkan pengalaman pengembang. Pendekatan kedua ialah dengan pendekatan model. Dalam penyusunan rancangan pengajaran ada langkah-langkah secara sistem : cara mencapainya dipilihkan cara-cara tertentu, kondisi tertentu, dan perubahan tertentu. Hasil uji coba memberi informasi tertentu yang dapat dijadikan bahan penilaian perihal tingkat kesulitan suatu program.
Model sistem instruksional adalah metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yang sering dipakai oleh banyak tenaga pengajar, model instruksional yaitu suatu model yang terdiri atas empat komponen yang secara hakiki berbeda satu sama lainnya, model ini menitikberatkan pembuatan keputusan intelektual oleh guru sebelum dan sesudah pengajaran dan oleh karenanya, sebenarnya lebih berupa suatu model perencanaan dan penilaian dari suatu model “prosedur mengajar” pertama menentukan tujuan-tujuan instruksional secara spesifik dalam bentuk perilaku siswa.Kedua mengadakan penilaian pendahuluan terhadap keadaan siswa pada saat ini dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan instruksional tersebut.Dan ketiga menilai pencapaian tujuan-tujuan tersebut oleh siswa.
a.      Penentuan tujuan-tujuan yang spesifik
Tujuan-tujuan instruksional didalam model-model komponen ini harus dirumuskan secara spesifik dalam bentuk perilaku akhir siswa. Hampir setiap pendidik mengakui pentingnya penentuan tujuan, tetapi akhir-akhir inipun hanya sedikit yang menganjurkan perlunya dirumuskan tujuan itu secara jelas, yaitu tujuan : bagaimana seharusnya siswa berperilaku pada akhir pengajaran. Model instrusional ini menuntut agar tujuan-tujuan tersebut dirumuskan secara jelas dan tegas dalam bentuk perilaku siswa.
b.      Penilaian pendahuluan
Langkah kedua dalam model instruksional ini menuntut agar guru memeriksa  perilaku mula siswa. Istilah penilaian “pendahuluan“ digunakan sebagai pengganti dari “tes-awal” hanya karena “penilaian pendahuluan” mencakup macam prosedur penilaian yang lebih banyak dari pada hanya dari pada tes ter tulis. Satu keuntungan nyata dari penilaian pendahuluan ialah bahwa guru dapat mengetahui sudahkah siswanya memiliki perilaku yang hendak dikembangkannya.Sangat mungkin kemampuan siswa lebih besar dari pada yang diduga guru.Kalau itu terjadi waktu berminggu-minggu terbuang sia-sia karena siswa-siswa “diajarkan” hal-hal yang sudah mereka ketahui. Dalam arti yang sama, sering pengetahuan mereka jauh lebih sedikit dari apa yang diduga oleh guru.
c.       Pengajaran
Setelah guru mengadakan penilaian pendahuluan, dan barangkali mengubah tujuan-tujuan instruksional, langkah berikutnya yaitu merencanakan program pengajaran yang diharapkan dapat mencapai tujuan-tujuan yang dikehendakinya. Perencanaan ini memang rumit sekali, namun demikian, sesudah ada pernyataan yang jelas tentang tujuan apa yang dikehendaki, maka masalah itu menjadi jauh lebih mudah.
d.      Penilaian
Langkah keempat dalam model instrusional ini adalah menilai taraf pencapaian tujuan-tujuan instruksional oleh para siswa. Pada waktu inilah guru menentukan sudahkah siswa-siswanya seperti yang direncanakan ketika ia merumuskan tujuan-tujuan. Masalah pengembangan prosedur penilaian tertentu, seperti siapan suatu tes, sebagian besar pastilah terpecahkan, jika tujuan telah dirumuskan secara spesifik.Tidak jarang tujuan yang sangat spesifik juga memuat pernyataan tentang prosedur penilaian. Pada hakikatnya tujuan dan penilaian seharusnya sama; yaitu butir-butir tes seharusnya disusun sesuai dengan jenis perilaku yang ditentukan dalam tujuan. Penilaian yang dimaksudkan disini bukanlah mengenai siswa, melainkan ketetapan keputusan-keputusan yang diambil oleh guru. Kita tidak berusaha menentukan bahwa ali mendapat “A” atau “B” tetapi hendak menentukan sudah tepatkah program pengajaran guru dan pelaksanaannya.

3.1.2        Dasar-Dasar Pengembangan Sistem Instruksional
Untuk memahami dasar-dasar pengembangan sistem instruksional, perlu diketahui terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan "Pengajaran" (instruction). Menurut Merril (1971, p. 10), "pengajaran" adalah suatu kegiatan di mana seseorang dengan sengaja diubah dan dikontrol, dengan maksud agar ia dapat bertingkah laku atau bereaksi trrhadap kondisi tertentu. Pengajaran merupakan salah satu bagian dari keseluruhan kegiatan mengajar. Termasuk di dalamnya adalah menyiapkan pengalaman yang siap dipakai, mengerjakan tugas-tugas administrasi, mengadakan pende¬katan terhadap siswa,dan sebagainya. Pengajaran berbeda dengan pengembangan kurikulum.Pengem¬bangan kurikulum meliputi penyusunan disain suatu bidang studi (sub¬ject matter) dari suatu tingkat sekolah atau lembaga pendidikan tertentu.Pengajaran lebih menekankan pada aspek bagaimana (how to), sedang pengembangan kurikulum lebih menekankan pada aspek "apa" (what to).Keputusan yang berkenaan dengan kurikulum berorientasi kepada isi atau materi (content oriented), sedang putusan yang berkenan dengan pengajaran adalah berorientasi kepada proses (process oriented). Pengajaran erat berkait dengan belajar namun tak persis sama. Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan makhluk hidup. Pengajaran hanya berlangsung manakala usaha tertentu telah dibuat untuk mengubah suatu keadaan sedemikian rupa, sehingga suatu hasil belajar tertentu dapat dicapai.Dengan demikian "kesenga¬jaan" merupakan karakteristik dari suatu pengajaran.
Apakah yang dimaksudkan dengan Pengembangan Sistem lnstruksio¬nal?Dihubungkan dengan pengertian "Instruction" seperti tersebut di atas, maka definisi pengembangan sistem instruksional adalah "suatu.proses menentukan dan menciptakan situasi dari kondisi tertentu yang menyebabkan siswa dapat berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan di dalam tingkah lakunya" (Carey, 1977, p. 6). Pengembangan sistem instruksional lebih lanjut meliputi proses "monitoring" interaksi siswa dengan situasi dan pengalaman belajar, agar para penyusun disain instruksional dapat menilai efektifitas suatu disain. Pengembangan sistem instruksional senantiasa didasarkan atas pengalaman empiris, dan prinsip-prinsip yang telah teruji kebenarannya, dalam arti telah ditentukan berdasar prosedur yang sistematis, peng¬amatan yang tepat, dan percobaan yang terkontrol. Hal ini berbeda dengan metode atau cara mengajar yang diperoleh se¬cara tradisional dan dikembangkan melalui pengalaman semata-mata.
Apakah yang dikerjakan oleh para pengembang sistem dan disain instruksional? Kegiatan pokok bagi para pengembang sistem dan disain instruksional meliputi:
1.      Menentukan hasil belajar dalam arti prestasi siswa yang bisa diamati dan diukur (learning outcomes).
2.      Identifikasi karakteristik siswa yang akan belajar.
3.      Berdasar 1 dan 2 tersebut, memilih dan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar bagi para siswa.
4.      Menentukan media untuk kegiatan tersebut.
5.      Menentukan situasi dan kondisi, dalam mana responsi siswa akan diamati dan dipandang sebagai salah satu contoh dari tingkah laku yang diharapkan.
6.      Menentukan kriteria, seberapa prestasi siswa telah dianggap cukup.
7.      Memilih metode yang tepat untuk menilai kemampuan siswa untuk mendemonstrasikan tingkah laku seperti tersebut pada angka 1.
8.      Menentukan metode untuk memonitor responsi siswa- sewaktu
9.      Berada dalam proses pengajaran dan sewaktu dievaluasi.
10.  Mengadakan perbaikan yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar bila ternyata responsi siswa tidak sesuai dengan hasil yang telah ditentukan.

3.1.3        Proses Pengembangan Sistem Instruksional
Prosedur atau proses yang ditempuh oleh para pengembang sistem instruksional bisa meliputi dua cara:
1.      Dengan pendekatan secara empiris
Proses ini dilaksanakan tanpa menggunakan dasar-dasar teori secara sistematis. Di sini paket atau bahan pengajaran disusun berdasar pengalaman si pengembang, siswa disuruh mempelajari lalu hasilnya diamati. Bila hasilnya tak sesuai dengan apa yang diharapkan, materi pengajaran tersebut direvisi dan pekerjaan penyusunan paket (materi) penga¬jaran diulang.
Adapun pendekatan semacam ini mempunyai beberapa kelemahan diantaranya :
a.       Setiap pengembang harus mulai dari awal untuk mencari atau menemukan semua langkah dan dasar yang diperlukan untuk mengembangkan suatu materi pengajaran.
b.      Berulang kalinya pembuatan materi (paket) pengajaran baru. Hal ini berarti menghendaki berulang kau uji coba, dan ini berarti kurang efisien.
2.      Dengan mengikuti atau membuat suatu model (paradigm approach).
Menurut pendekatan ini, hasil belajar yang diharapkan, bisa diklasi¬fikasikan sesuai dengan tipe-tipe tertentu.Untuk, tiap tipe tujuan khusus (objective) dapat dipilihkan cara-cara tertentu untuk menca¬painya, kondisi tertentu untuk mengamati responsi siswa bisa dicip-takan, dan perubahan-perubahan bilamana perlu bisa diadakan.Di dalam penyusunan disain instruksional, diadakan langkah-langkah secara sistematis, sehingga uji coba secara empiris terhadap suatu program dapat mendorong untuk adanya informasi mengenai efektifitas suatu program, yang sekaligus bisa untuk menguji model tersebut.

3.1.4        Tujuan Pembelajaran (PAI) Dengan Sistem Instruksional
Tujuan instruksional yang dikembangkan pada saat ini adalah tujuan instruksional ganda, dalam artian bahwa tujuan instruksional ini memiliki dua komponen yaitu Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK).
a.      Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Tujuan instruksional umum ini merupakan tujuan dari kurikuler, ialah tujuan pendidikan secara umum menjadi tujuan khusus dan operasional, sebab pada dasarnya tujuan pendidikan hanya dapat mungkin di capai bila tujuan itu di rumuskan ke dalam rumusan yang  khusus dan operasional.
Dalam kurikulum SLTP 1975 bidang studi agama islam, dapat dilihat bahwa tujuan kurikuler bidang studi agama islam  di SMP yang berjumlah empat belas itu di jabarkan sehingga menjadi delapan puluh tujuan instruksional umum (TIU).
b.      Tujuan instruksional khusus
Tujuan ini adalah langkah yang paling akhir dalam upaya membuat rumusan tujuan pendidikan yang paling khusus dan operasional.tujuan instruksional khusus (TIK) dapat di artikan sebagai rumusan tujuan yang berisi kualifikasi khusus yang di harapkan di miliki siswa setelah selesai mengikuti kegiatan belajar mengajar tertentu. Tujuan instruksional khusus adalah tujuan yang hendak di capai guru setiap kali mengajar.
Maksud dari kedua tujuan instruksional ini adalah upaya untuk mengembangkan tujuan pendidikan secara universal yaitu tujuan pendidikan umum berfokuskan pada semua mata pelajaran  yang ada disetiap sekolah dan madrasah, sedangkan tujuan instruksional khusus adalah tujuan pembelajaran yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung (proses pembelajaran), atau komponen-komponen yang akan dipaparkan untuk mengajar haruslah dikutip atau disajikan dalam berbentuk lembaran sebelum pelajaran itu berlangsung. Contohnya SAP ( Satuan Acara Perkuliahan) atau silabus perkuliahan yang disajikan oleh tenaga pengajar.

3.1.5        Implementasi (Penggunaan) Sistem Instruksional
Penggunaan sistem instruksional dalam pembelajaran didalam kelas dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahap.
a.      Tahap awal
Tahap pembelajaran awal ini adalah langkah pertama sebelum materi pembelajaran berlangsung, yaitu memberikan pencerahan terhadap pola piker siswa tentang apa yang ingin diajarkan, diberikan bayangan sebelum memasuki tahap yang serius, tahap awal ini memiliki banyak teori dan metode yang bisa digunakan diantaranya adalah mengatur tatanan kelas yang nyaman dan epektif seperti group resume (resume kelompok) prosedurnya dibentuk seperti :
·         Bagilah peserta kedalam beberapa kelompok, terdiri dari 3 sampai 6 anggota.
·         Beritahukan kepada mereka bahwa kelas memiliki kesatuan bakat dan pengalaman yang sangat hebat.
·         Memberikan motivasi kepada setiap kelompok agar aktif dan bervariasi dalam menela’ah materi.
b.      Inti
Pada tahapan ini pengajar menguraikan materi yang diajarkan kepada siswa dengan menggunakan metode dan teknik yang nyaman dan mudah dimengerti oleh siswa sehingga siswa tidak mudah jenuh dan tidak cepat merasa bosan seperti yang ada dalam bukunya Mel Silberman yang menawarkan metode aktif dan variable salah satunya adalah Listening Team (tim pendengar)
·         Buatlah kelas menjadi empat kelompok
·         Masimg-masing kelompok diberi tugas, kelompok pertama sebagai penanya, kelompok kedua sebagai orang yang setuju, kelompok yang ketiga sebagai orang yang tidak setuju, sedangkan yang terakhir sebagai pemberi contoh.
·         Sampaikan pelajaran yang didasarkan dengan pelajaran
·         Suruhlah tiap-tiap tim untuk bertanya, sepakat dan sebagainya.
c.       Tahap Akhir
Setelah materi diberikan kepada siswa dan waktu telah hamper habis untuk pembelajaran maka tahapan yang paling akhir ialah bagaimana siswa belajar agar tidak lupa tentunya dengan berbagai strategi yang bisa digunakan salah satunya adalah Reviewing Strategies (meninjau ulang).
Salah satu cara paling meyakinkan untuk menjadikan belajar tepat adalah menyertakan waktu untuk meninjau apa yang telah dipelajari. Materi yang telah ditinjau (review) oleh peserta didik mungkin disimpan lima kali lebih banyak dari materi yang tidak ditinjau. Hal itu karena peninjauan memudahkan peserta didik untuk mempertimbangkan informasi dan menemukan cara-cara untuk menyimpannya dalam otaknya.

3.2  Model Pengembangan Intruksional
3.2.1        Pengertian Model Intruksional
Model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewu¬judkan suatu proses, seperti penilaian suatu kebutuhan, pemilihan media, dan evaluasi". (Briggs, 1978, p. 23). Sedangkan Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional systems development) dan disain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara "disain" dan "pengembangan". Kata "disain" berarti "membuat sketsa atau pola atau outline atau ren¬cana pendahuluan".Sedang "mengembangkan" berarti "membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif, dan sebagainya." Beberapa definisi yang menunjukkan persamaan antara keduanya adalah sebagai berikut:
a.       Pengembangan sistem istruksional adalah suatu proses sedara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitasnya, dan praktis bisa dilaksanakan (Ely, 1979, p.4).
b.      Sistem instruksional adalah semua materi pelajarari dan metode yang telah diuji dalam praktek yang dipersiapkan untuk mencapai tujuan dalam keadaan senyatanya (Baker; 1971, p: 16).
c.       Disain instruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengem-bangan paket pelajaran, kegiatan menga-jar, uji coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar (Briggs, 1979, p. 20).
d.      Disain sistem instruksional ialah pendekatan secara sistematis dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk mencapai kebutuhan dan tujuan instruksional. Semua komponen sistem ini (tujuan, materi, media, alat, evaluasi) dalam hubungannya satu sama lain dipandang sebagai kesatuan yang teratur sistematis. Komponen-komponen tersebut terlebih dulu diuji coba efektifitasnya sebelum disebarluaskan penggunaannya (Briggs, 1979, p. XXI).
Sesuai dengan pengertian tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan model pengembangan sistem instruksional adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan pengembangan sistem instruksional.

3.2.2        Model-Model Pengembangan System Intruksional
Ada beberapa model pengembangan instruksional, antara lain pengembangan instruksional model Banathy,model Gerlach & Ely, PPSI, model Kemp, model Briggs, model IDI (Instruksional Development Institute), dan lain-lainnya.
1.      Model Bela H. Banathy
Pengembangan Instruksional model Banathy ini dapat diinformasikan dalam enam langkah sebagai berikut:
Ø  merumuskan tujuan (Formulate objectives)
Ø  mengembangkan test (develop test)
Ø  menganalisis kegiatan belajar (analyze learning task)
Ø  mendesain struktur instruksional (design system)
Ø  melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil (Implement and test output)
Ø  mengadakan perbaikan (change to improve)
2.      Model Gerlach dan Elly.
Model desain intruksional yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971) ini dimaksudkan untuk pedoman perencanaan mengajar. Menurut Gerlach dan Ely (1971), langkah-langkah dalam pengembangan desain intruksional terdiri dari :
1.      Merumuskan tujuan instruksional.
2.      Menentukan isi materi pelajaran.
3.      Menentukan kemampuan awal peserta didik.
4.      Menentukan teknik dan strategi.
5.      Pengelompokan belajar.
6.      Menentukan pembagian waktu.
7.      Menentukan ruang.
8.      Memilih media intruksional yang sesuai.
9.      Mengevaluasi hasil belajar.
10.  Menganalisis umpan balik.
3.      Model Briggs
Model Brigs ini berorientasi pada rancangan sistim dengan sasaran dosen atau guru yang akan bekerja sebagai perancang kegiatan instruksional maupun tim pengembangan instruksional yang susunan anggotanya meliputi: dosen, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media dan perancang instruksional (Mudhoffir, 1986 : 34)
Brigs berkeyakinan bahwa banyak pengetahuan tentang belajar mengajar dapat diterapkan untuk semua jajaran dalam bidang pendidikan dan latihan.Karena itu dia berpendapat bahwa model ini juga sesuai untuk pengembangan program latihan jabatan, tidak hanya terbatas pada program-program akademis saja.Di samping itu, model ini dirancang sebagai metodologi pemecahan masalah instruksional.
Dalam pengembangan instruksional ini berlaku prinsip keselarasan antara tujuan yang akan dicapai, strategi pencapaiannya dan evaluasi keberhasilannya, yang ketiganya merupakan tiang pancang desain instruksionalnya Briggs.
4.      Model Kemp
Pengembangan instruksional yang dikembangkan oleh Kemp (1977) ini juga disebut sebagai Desain Instruksional, yang terdiri dari 8 langkah.
a.         Penentuan tujuan instruksional umum (TIU); yaitu tujuan yang ditetapkana menurut masing-masing pokok bahasan.
b.        Menganalisis karakteristik siswa; dalam analisis ini memuat hal-hal yang berkenaan dengan latar belakang pendidikan siswa, sosial budaya yang memungkinkan dapat mengikuti program kegiatan belajar, serta langkah-langkah apa yang perlu ditetapkan.
c.         Menentukan tujuan instruksional khusus (TIK); yakni tujuan yang ditetapkan secara operasional, spesifik dan dapat diukur. Dengan demikian siswa dapat mengetahui apa yang akan mereka lakukan, bagaimana melakukannya dan apa ukuran yang digunakan bahwa mereka dapat mencapai tujuan belajar tersebut.
d.        Menentukan materi pelajaran;yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditetapkan.
e.         Mengadakan penjajakan awal (preassesment); langkah ini sama halnya dengan test awal yang fungsinya untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa, apakah telah memenuhi syarat belajar yang ditentukan ataukah belum.
f.         Menentukan strategi belajar dan mengajar yang relevan; sebagai patokan untuk memilih strategi yang dimaksud, Kemp menentukan 4 kriteria;
·         Efisiensi;
·         Keefektifan;
·         Ekonomis;
·         Kepraktisan.
Dalam memilih strategi belajar-mengajar tersebut harus melalui analisis alternatif.
g.         Mengkoordinasi sarana penunjang yang dibutuhkan, meliputi:
·         Biaya;
·         Fasilitas;
·         Peralatan;
·         Waktu dan
·         Tenaga
h.         Mengadakan evaluasi; hasil evaluasi tersebuut digunakan untuk mengontrol dan mengkaji sejauhmana keberhasilan suatu program yang telah direncanakan mencapai sasaran yang diinginkan. Hasil evaluasi merupakan umpan balik untuk merevisi kembali tentang; program instruksional yang telah dibuat, instrument tes, metode strategi yang dipakai dan sebagainya.
5.      Model IDI
Pengembangan instruksional model ID (Instruksional Development Institute) merupakan suatu hasil konsorsium antar perguruan tinggi di Amerika Serikat yang dikenal dengan Uniiversity Consorsium Instructional Development and Technology (UCIDT).
Model IDI ini telah dikembangkan dan diuji-cobakan pada beberapa negara di Asia dan Eropa dan telah berhasil di 334 institusi pendidikan di Amerika. Sebagaimana halnya dengan model-model pengembangan instruksional lainnya, model ini juga menggunakan model pendekatan sistim yang meliputi tiga tahapan, yakni;
a.      Tahap pembatasan (define)
Identifikasi masalah, dimulai dengan analisis kebutuhan atau yang disebut need assesment. Pada dasarnya need assisment ini berusaha menemukan suatu perbedaan (descrypancy) antara apa yang ada dan apa yang idealnya (yang diinginkan). Karena banyaknya kebutuhan pengajaran, maka perlu diadakan prioritas mana yang didahulukan dan mana yang dikemudian.
b.      Tahap Pengembangan
Identifikasi tujuan; tujuan instruksional yang hendak dicapai perlu diidentifikasikan terlebih dahulu, baik tujuan instruksional umum (TIU) dalam hal ini IDI menyebutkan dengan Terminal Objectives dan tujuan instruksional khusus (TIK) yang disebut Enabling Objectives. TIK adalah penjabaran yang lebih rinci dari TIU, maka TIK dianggap penting sekali dalam pengembangan instruksional, disamping itu TIK perlu karena;
1.        Membantu siswa dan guru untuk memahami secara jelas apa-apa yang diharapkan sebagai hasil kegiatan instruksional;
2.        TIK merupakan building blocks dari pengajaran yang diberikan
3.        TIK merupakan penanda tingkah laku yang harus diperlihatkan oleh siswa sesuai dengan kegiatan instruksional yang diberikan.
Ø  Penentuan metode;
1.      Untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan perlu ditempuh suatu cara, dalam hal ini metode apa yang cocok digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkn tersebut.
2.      Bagaimanakah urutan isi/ bahan yang akan disajikan?
3.      Bentuk instruksional apakah yang dipilih sesuai dengan karakteristik siswa dalam situasi dan kondisinya? Apakah dipakai metode ceramah, diskusi, praktikum, karyawisata, tugas individual dan lain-lainnya?
c.       Tahap penilaian
1.      Tes uji coba;
Setelah prototipa program instruksional tersebut disusun, maka langkah berikutnya harus diadakan uji-coba.Uji-coba ini dapat dilakukan pada sampel audien untuk menentukan kelemahan dan kebaikan serta efesiensi dan keefektifan suatu program yang dikembangkan.
2.      Analisis hasil
Hasil uji coba yang dilakukan perlu dianalisis terutama yang berkenaan dengan;
a.    Apakah tujuan dapat dicapai, bila tidak atau belum semuanya, dimanakah letak kesalahannya?
b.   Apakah metode atau teknik yang dipakai sudah cocok denganpencapaian tujuan-tujuan tersebut, mengingat karakteristik siswa yang telah diidentivikasi?
c.    Apakah tidak ada kesalahan dalam pembuatan instrumen evaluasi?
d.   Apakah sudah dievaluasi hal-hal yang seharusnya perlu dievaluasi?
6.      Model PPSI
PPSI merupakan singkatan dari prosedur pengembangan sistem intruksional. Istilah sistem instruksional mengandung pengertian bahwa PPSI menggunakan pendekatan sistem dimana pembelajaran adalah suatu kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri dari seperangkat komponen yang saling berhubungan dan bekerjasama satu sama lain secara fungsional dan terpadu dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.
Dengan demikian PPSI adalah suatu langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran sebagai suatu sistem dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien (Harjanto, 2008 : 75).
Model pengembangan intruksional PPSI ini memiliki 5 langkah pokok yaitu:
a.       Perumusan tujuan/kompetensi
Merumuskan tujuan/kompetensi beserta indicator ketercapaiannya yang harus memenuhi 4 kriteria sebagai berikut:
1.      Menggunakan istilah yang operasional
2.      Berbentuk hasil belajar
3.      Berbentuk tingkah laku
4.      Hanya satu jenis tingkah laku


b.      Pengembangan alat penilaian
1.      Menentukan jenis tes/intrumen yang akan digunakan untuk menilai tercapai tidaknya tujuan
2.      Merencanakan pertanyaan (item) untuk menilai masing-masing tujuan
c.       Kegiatan belajar
1.      Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
2.      Menetapkan kegiatan belajar yang tak perlu ditempuh
3.      Menetapkan kegiatan yang akan ditempuh
d.      Pengembangan program kegiatan
1.      Merumuskan materi pelajaran
2.      Menetapkan model yang dipakai
3.      Alat pelajaran/buku yang dipakai
4.      Menyusun jadwal
e.       Pelaksanaan
1.      Mengadakan pretest
2.      Menyampaikan materi pelajaran
3.      Mengadakan posttest
4.      Perbaikan







BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan sebelumnya yaitu :
1.      Pengembangan sistem pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sistematis dalam menilai, mendeskripsikan, mengidentifikasi, mengembangkan serta menggunakan komponen-komponen sistem pembelajaran (peserta didik, tujuan, materi, media, metode, dan evaluasi) demi tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan.
2.      Model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewu¬judkan suatu proses, seperti penilaian suatu kebutuhan, pemilihan media, dan evaluasi". (Briggs, 1978, p. 23)
3.      Model – Model pengembangan instruksional, antara lain pengembangan instruksional model Bela H.Banathy, MPSI, model Kemp, model Briggs, model Gerlach & Ely, model IDI (Instruksional Development Institute), dan PSSI


Cara Ideal Guru Dalam Proses belajar

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Telah kita ketahui bahwa tugas guru dalam proses pembelajaran meliputi tugas pedagogis dan administratif. Tugas pedagogis ádalah membantu, membimbing dan memimpin siswa dalam realitas pembelajaran. Sedangkan tugas administratif guru berkaitan dengan penyiapan administrasi dalam proses pembelajaran seperti menyusun Silabus, Rencana Pembelajaran, Pengembangan materi/bahan ajar, alat/instrumen penilaian, dan lainnya yang berupa dokumen (M. Saekhan Muchith, 2008: 24).
Kedua tugas guru tersebut harus dilakukan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Bahkan sering dikatakan bahwa apabila persiapan administrasi guru lengkap dan baik, sepertiga tugas guru sudah berhasil. Efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran ditentukan oleh kemampuan guru dalam melakukan improvisasi pembelajaran. Di sinilah peran penting guru dalam menentukan keberhasilan mengelola proses pembelajaran yang ideal.
Seorang guru/instruktur/dosen harus memiliki kemampuan yang baik dalam menyampaikan materi yang diajarkannya, bila tidak maka yang terjadi adalah siswa/mahasiswa akan kurang faham, tidak menyukai mata pelajaran tersebut atau bahkan anda sendiri sebagai pengajar tidak disukai. Tidak pelit nilai mungkin hal yang bijak sebagai seorang pengajar dan tentunya anda akan menjadi pengajar favorit dikelas, tetapi hal ini tidak mendidik dan merugikan siswa yang anda didik.



1.2  Rumusan masalah
1.      Jelaskan cara ideal  yang digunakan seorang guru dalam proses belajar mengajar !

1.3  Tujuan
     Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut ;
1.      Untuk mengetahui cara-cara ideal yang dilakukan oleh seorang guru dalam proses belajar mengajar.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Cara Ideal Guru Dalam Proses Belajar Mengajar
Proses pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berinteraksi, berhubungan dan bergantung satu sama lain. Proses belajar adalah segala pengalaman belajar yang dihayati oleh peserta didik (Soedijarto 1993: 27). Semakin intensif pengalaman yang dihayati oleh peserta didik, semakin tinggi kualitas proses belajar-mengajar. Intensitas pengalaman belajar dapat dilihat dari tingginya keterlibatan siswa dalam hubungan belajar-mengajar dengan guru dan obyek belajar/bahan ajar.
Di dalam mengelola pendidikan, telah terjadi pergeseran paradigma dalam proses belajar-mengajar, yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran.
Pengajaran lebih cenderung guru aktif, sedangkan siswa pasif sehingga keterlibatan siswa dalam belajar sangat rendah dan siswa hanyalah sebagai obyek, sementara guru aktif dan mendominasi seluruh kegiatan belajar (teacher centered).
Dalam proses pembelajaran ideal harus terjadi ; I 2 dan M3.
Ø  I.2 : yaitu Interaktif dan Inspiratif.
Ø  M.3 : yaitu Menyenangkan, Menantang, dan Memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif (student centered). Proses pembelajaran ditekankan agar dapat memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Permendiknas No: 41 Th. 2007 tentang Stándar Proses)
Semakin jelas bahwa Pendekatan, metode, model , dan strategi pembelajaran yang dilakukan guru harus variatif, tidak terfokus pada satu atau dua jenis saja. Sebaik apapun suatu pendekatan, model, atau metode yang digunakan tidak menjamin hasil pembelajaran bagus, oleh karena itu sangat dianjurkan guru mengkombinasikan beberapa pendekatan dan metode sesuai dengan karakter materi pelajaran yang disajikan.Dalam hal ini Model pembelajaran kontekstual kiranya lebih tepat digunakan oleh guru.Model tersebut bertitik tolak pada keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar-mengajar, sedangkan peran guru lebih banyak sebagai fasilitator dan motivator.

Ø  Kualitas Proses Belajar
Kualitas proses pembelajaran dapat dilihat dari aspek sebagai berikut :
a.       Guru membuat persiapan mengajar yang sistematis.
b.      Proses belajar-mengajar menggunakan strategi dan metode yang variatif danmelibatkan banyak aktivitas pada siswa.
c.       Waktu selama proses belajar mengajar dimanfaatkan secara efektif.
d.      Motivasi mengajar guru dan belajar siswa tinggi
e.       Hubungan interaktif antara guru siswa belangsung bagus dan harmonis.

Berikut ini ada beberapa tips yang biasa dilakukan bila menyampaikan materi dikelas :
Sebelum Menyampaikan Materi :
·         Pelajarilah kembali materi yang akan disampaikan dan buatlah rangkuman atau point-point penting pada materi tersebut, karena mungkin anda banyak mengajar mata pelajaran lainnya maka terkadang sudah agak lupa dengan materi ini sehingga perlu dipelajari lagi agar lebih siap.
·         Buatlah diktat atau rangkuman yang dapat di fotocopy atau disalin oleh siswa, sehingga kita tidak perlu merujuk banyak buku kepada siswa. Hal ini juga memudahkan siswa sehingga ia tidak perlu banyak membeli buku. Apabila mata pelajarannya eksak/hitungan, buatlah rangkuman rumus kepada siswa.
·         Siapkan soal-soal latihan sebanyak-banyaknya dan dibagi menjadi kategori ringan, sedang, dan susah. Rangkum semua soal tersebut dalam satu buku atau file dan buat memo disetiap soal tersebut… memo ini dibuat agar anda tahu kapan anda pernah memberikannya kepada siswa dan pada kelas berapa, sehingga soal yang sudah diberikan tidak disampaikan lagi pada pertemuan berikutnya.
·         Milikilah absen siswa anda, dan buatlah tabel nilai dan presentase kemajuan siswa. Hal ini berguna agar anda dapat mengetahui apakah materi anda telah diserap dengan baik oleh siswa dan siswa mana yang perlu anda bimbing lebih ekstra agar nilainya tidak jatuh.

Saat di Kelas :
·         Buatlah suasana yang menarik dan tidak membosankan, untuk itu anda harus banyak latihan agar cara berbicara, sikap, dan metode ajar anda dapat diterima dengan baik oleh siswa. Menjadi guru yang garang dan terlalu disiplin terkadang akan membentuk siswa yang keras juga, untuk itu buatlah siswa takut karena hormat kepada anda dan bukan takut karena hukuman anda. Pernah ada siswa yang sangat nakal, namun ia justru malu dan takut dengan salah satu guru yang sangat dihormatinya. Berikan perhatian anda dengan penuh kasih sayang, bukan mencari kesalahan mereka..
·         Buatlah quiz di awal dan akhir penyampaian materi, bila waktu tidak memungkinkan lakukan hanya di akhir materi bukan diawalnya… hal ini dapat menjadi indikator apakah materi yang telah disampaikan sudah diterima dengan baik oleh siswa. Saya banyak mengalami quiz dilakukan hanya di awal materi, hal ini hanya membuang waktu dan tidak efisien karena secara logika tentunya siswa belum mengetahui materi yang akan disampaikan. Kalo soal quiznya materi hari kemaren itu namanya ulangaN.jadi perlu bedakan antara quiz dengan ulangan.
·         Sampaikan materi dengan menyampaikan point-point pentingnya saja, jangan terlalu banyak bertele-tele atau terlalu banyak bercerita yang bukan dalam ruang lingkup materi anda. Untuk materi eksak, perbanyaklah contoh soal… sampaikan perlahan dan buat agar siswa juga sama2 ikut berfikir.
·         Lakukan sistem ajar yang lebih interaktif berupa tanya jawab, pancinglah siswa agar banyak bertanya. Selain itu ada juga perlunya anda bersenda gurau disela-sela penyampaian materi agar tidak terlalu tegang.
·         Pekerjaan Rumah (PR) dapat anda berikan setiap akhir penyampaian materi, namun bila ternyata itu tidak efektif misalnya banyak yang tidak mengerjakan atau ternyata banyak yang saling mencontek pekerjaan teman2nya sebaiknya metode PR nya anda ubah misal dengan beda soal tiap siswa atau cara lainnya.
·         Anda perlu melakukan evaluasi terhadap cara anda mengajar, ini bisa dilakukan dengan memberikan questioner pada siswa terhadap cara mengajar anda.
·         Anda juga dapat melakukan quiz interaktif, yaitu dengan membaca soal satu persatu dan mahasiswa langsung menjawab..anda berikan waktu yang terbatas untuk menjawab soal tersebut. Misal bacakan soal no. 1 kemudian langsung dijawab oleh siswa, setelah itu bacakan soal no.2 kemudian siswa menjawab, demikian metode ini membuat siswa berfikir cepat dan tidak dapat mencontek.


Ø  Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam belajar :
Prestasi belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun eksternal.Faktor internal meliputi minat, bakat, motivasi dan tingkat intelgensi seorang siswa. Adapun faktor eksternal antara lain ; metode pembelajaran dan lingkungan.
Salah satu faktor internal yang menentukan berhasil dan tidaknya siswa dalam proses pembelajaran adalah motivasi belajar. Dalam hal ini motivasi merupakan kekuatan dan motor penggerak utama yang menimbulkan kegiatan belajar dan menjamin kelangsungan kegiatan belajar (Sardiman, 2007: 75).
Motivasi belajar merupakan faktor psikologis yang bersifat non intelektual.Seorang siswa yang mempunyai intelegensi yang tinggi, bisa gagal dalam belajar karena kurang adanya motivasi dalam belajarnya.
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah metode, model, dan strategi pembelajaran yang digunakan oleh seorang guru.Dengan variasi metode, model, dan strategi dalam melaksanakan pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa.
Faktor eksternal lainnya yang bisa mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor lingkungan. Lingkungan merupakan suatu komponen sistem yang ikut menentukan keberhasilan proses pendidikan. Dalam hal ini lingkungn sekolah, keluarga dan masyarakat harus menjadi perhatian serius karena faktor ini sangat dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajarnya.




BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan sebelumnya yaitu :
1.      Dalam proses pembelajaran ideal harus terjadi ; I 2 dan M3.
-          I.2 : yaitu Interaktif dan Inspiratif.
-          M.3 : yaitu Menyenangkan, Menantang, dan Memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif (student centered).
2.      Pendekatan, metode, model , dan strategi pembelajaran yang dilakukan guru harus variatif, tidak terfokus pada satu atau dua jenis saja. Sebaik apapun suatu pendekatan, model, atau metode yang digunakan tidak menjamin hasil pembelajaran bagus, oleh karena itu sangat dianjurkan guru mengkombinasikan beberapa pendekatan dan metode sesuai dengan karakter materi pelajaran yang disajikan.
3.      Prestasi belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi minat, bakat, motivasi dan tingkat intelgensi seorang siswa. Adapun faktor eksternal antara lain ; metode pembelajaran dan lingkungan.





You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

About Me

Flag Counter

Pages

Powered By Blogger

My Blog List

\Get snow effect

Followers