Etiam placerat
Buah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Buah merupakan bagian dari tumbuhan, dimana di dalam buah terdapat biji. Bersamaan dengan perubahan bakal biji menjadi biji terjadilah buah, yaitu suatu organ yang berasal dari bunga yangmenyelubungi biji dan berguna untuk pemencaran biji tadi dengan melemparlan biji itu dari dalam buah atau bersamaan dengan buah terpisah dari tumbuhan induknya.
Disamping bakal buah yang berubah menjadi buah, ada juga bagian-bagian lain dari bunga dapat ikut mengambil bagian dalam pembentukan buah dan dapat pula ikut mengambil bagian dalam pembentukan alat-alat pemencaran.
Buah yang menyimpan biji memiliki susunan, seperti dinding buah. Dinding buah (pericarpium)ini biasanya dibedakan dalam dinding luar (exocarpium) dan dinding dalam (endocarpium) yang masing-masing hanya terdiri atas satu lapis dan diantaranya terdapat bagian dinding buah yang terdiri dari beberapa lapisan yaitu dinding tengah (mesocarpium).
Susunan buah berhubungan erat dengan cara pemencaran bijinya, oleh sebab itu dinding buah keseluruhan atau sebagian menjadi padat dan keras. Buah pada umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu ada buah sejati dan buah semu. Berbagai contoh buah di alam ini yang dapat digolongkan atau dikelompokan kedalam bagian buah tersebut yang sesuai dengan karakteristik buah masing-masing.
Pengertian buah dalam lingkup pertanian (hortikultura) atau pangan adalah lebih luas daripada pengertian buah di atas dan biasanya disebut sebagai buah-buahan. Buah dalam pengertian ini tidak terbatas yang terbentuk dari bakal buah, melainkan dapat pula berasal dari perkembangan organ yang lain. Karena itu, untuk membedakannya, buah yang sesuai menurut pengertian botani biasa disebut buah sejati.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan buah sejati ?
2. Jelaskan pembagian pada buah sejati tunggal ?
3. Apa yang dimaksud dengan buah sejati ganda?
1.3 Tujuan
- Untuk mengatahui apa yang dimaksud dengan buah sejati.
- Dapat menjelaskan pembagian pada buah sejati tunggal.
- untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan buah sejati ganda.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Buah Sejati
Berdasarkan susunan dan asal bagian-bagian yang membentuk buah, maka buah (fructus) dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Buah Sungguh (buah sejati)
Buah sungguh (buah sejati), jika melulu terbentuk dari bakal buah saja dan karena buah ini biasanya tidak diselubungi oleh bagian-bagian lainnya, maka dinamakan juga buah telanjang (fructus nudus).
Buah sejati ini juga dapat dibedakan lagi menjadi 3 penggolongan, yaitu sebagai berikut :
A. Buah Sejati Tunggal
Buah sejati tunggal adalah buah sejati yang terjadi dari satu bunga dengan satu bakal buah yang berisi satu biji atau lebih, dan dibedakan dalam :
1). Buah sejati tunggal kering (siccus), yaitu yang bagian luarnya keras dan mengayu atau seperti kulit yang mengering. Buah sejati tunggal kering ini dapat di bedakan lagi, antara lain
a). Yang tidak pecah (indehiscens)
Tiap-tiap buah hanya mengandung 1 biji. Sehingga untuk pemencaran buah tak perlu pecah untuk melepaskan bijinya, seperti buah padi.
b). Yang pecah (dehiscens)
Umumnya buah ini mengandung lebih dari satu biji, sehingga pecahnya buah itu seakan-akan memang dengan suatu tujuan tertentu, yaitu agar biji terlempar jauh tidak terkumpul si suatu tempat. Bergantun pada cara pecahnya, buah ini dibedakan dalam :
1). Buah berbelah (schizocarpium)
Buah ini mempunyai dua ruang atau lebih, masing-masing dengan sebuah biji di dalamnya. Jika pecah tiap ruang terpisah, tetapi biji tetap dalam ruang, sehingga tiap-tiap ruang dengan bijinya bersifat seperti buah kurung. Menurut jumlah ruang-ruang, buah ini dibedakan menjadi :
- buah belah dua (diachenium). Buah pada waktu masak membelah menjadi dua bagian, masing-masing menyerupai buah kurung dengan satu biji di dalamnya, contohnya Centella asiatica (daun kaki kuda).
- buah belah tiga (triachenium). Buah membelah menjadi 3 bagian, contohnya Tropoelum majus.
- buah belah empat (tetrachenium). Buah membelah menjadi empat bagian, contohnya Ocium basilicum
- buah belah lima (pentachenium). Seperti di atas, buah berbelah menjadi lima bagian.
- buah belah banyak (polyachenium), seperti terdapat beberapa macam Malvaceae.
2). Buah Kendaga (rhegma)
Buah ini sifatnya sama dengan buah belah. Tetapi bagian-bagiannya yang terpisah lalu pecah. Sehingga biji yang ada di dalamnya terlepas dari ruangan. Tiap-tiap bagian terbentuk oleh satu daun buah. Jadi buah tersusun dari sejumlah daun buah yang banyaknya sama dengan jumlah ruangan. Menurut jumlah ruang (kendaga) dapat dibedakan :
- buah kendaga dua (dicoccus). Buah membelah menjadi 2 kendaga. Masing-masing lalu pecah dan mengeluarkan 1 biji.
- buah kendaga tiga (tricoccus). Buah membelah menjadi 3 bagian. Contohmya Ricinua, Hevea.
- buah kendaga banyak (polycoccus), buah menjadi banyak bagian.
3). Buah Kotak.
Terdiri atas satu atau beberapa daun buah. Bijinya banyak. Jika sudah masak lalu pecah, akan tetapi kulit buah yang pecah sampai lama tak mau lepas dari tangkai buahnya. Buah kotak ini dibedakan menjadi :
- buah bumbung (folliculus). Buah ini terjadi dari sehelai daun buah. Mempunyai satu ruangan dengan banyak biji, jarang sekali hanya satu. Jika sudah masak, pecah menurut salah satu kampuhnya, biasanya kampuh perut : Calotropis, Lochnera.
- buah polongan (legumen). Berasal dari sehelai daun buah dengan satu ruangan. Juka masak pecah menurut kampuhnya. Hingga buah terbelah dari ujung kepangkalnya. Sering kali terdapat sekat-sekat semu dan jika buah masak terputus-putus menurut sekat semu tadi. Terdapat pada Leguminosae.
- buah lobak (siliqua). Berasal dari dua daun buahdengan satu ruangan dan dua tembuni yang bertemu di tengah ruangan hingga merupakan suatu sekat semu. Waktu masak pecah, kedua daun buahnya terpisah mulai dari pangkalnya, tetapi di ujung tetap berlekatan. Biji mula-mula tetap melekat pada tembuni, akhirnya lepas.
- buah kotak sejati (capsula). Berasal dari dua daun buah atau lebih yang mempunyai sejumlah ruangan sesuai dengan jumlah daun buahnya. Jika sudah masak membuka dengan macam-macam jalan : dengan katup (valva), dalam hal ini pecahnya dapat sepanjang sekat (septisid) dapat juga membelah ruangan (loculisid).
2). Buah sejati tunggal berdaging (carnosus), jika dinding buahnya menjadi tebal berdaging. Umumnya tidak pecah, meskipun telah masak. Sebagian perkecualian. Myristica fragrans (pala). Yang buahnya bila sudah masak lalu pecah.
B. Buah Sejati Ganda
Berasal dari satu bunga dengan banyak bakal buah yang masing-masing lepas, tetapi akhirnya merupakan kumpulan buah maupun kelihatan seperti satu.
- buah kurung ganda. Dasar bunga berbentuk periuk dengan di dalamnya banyak buah : (Rosa hybrida Hort.).
- buah batu ganda : Pada jenis-jenis rubus (Rubus fraxinifolius Poir.),bunganya mempunyai banyak bakal buah, yang kemudian masing-masing tumbuh menjadi buah batu.
- buah bumbung ganda : berasal dari bunga dengan beberapa bakal buah yang kemudian masing-masing tumbuh menjadi buah bumbung, terdapat a.l. pada pohon campaka (Michelia champaka L.).
- buah buni ganda : seperti di atas, tetapi bakal buah berubah menjadi buah buni, misalnya srikaya (Annona squamosa L.).
C. Buah majemuk
Buah majemuk adalah buah hasil perkembangan bunga majemuk. Dengan demikian buah ini berasal dari banyak bunga (dan banyak bakal buah), yang tumbuh sedemikian sehingga pada akhirnya seakan-akan menjadi satu buah saja. Dikenal pula beberapa macam buah majemuk, di antaranya:
- buah padi majemuk, misalnya jagung (Zea). Tongkol jagung sebetulnya berisi deretan buah-buah jagung, bukan biji jagung.
- buah kurung majemuk, misalnya buah bunga matahari (Helianthus).
- buah buni majemuk, misalnya buah nanas (Ananas).
- buah batu majemuk, misalnya buah pandan (Pandanus), pace (Morinda).
Tahap-tahap perkembangan buah majemuk pada pace. Bunga-bunga pace berkumpul dalam satu perbungaan (bunga majemuk) yang disebut bongkol. Setelah diserbuki dan dibuahi, setiap kuntum bunga mulai tumbuh menjadi buah batu (drupa). Dalam perkembangannya, buah-buah batu ini pada akhirnya saling luluh menjadi sebutir buah batu majemuk.
Sesuai dengan definisi, buah ganda dan buah majemuk sukar disebut buah sejati. Karena pada buah-buah tersebut terdapat bagian-bagian lain dari bunga –selain bakal buah– yang turut bertumbuh dan berkembang menjadi buah, baik bagian-bagian itu menjadi bagian utama buah ataupun bukan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan di atas yaitu sebagai berikut :
1. Buah merupakan bagian dari tumbuhan, diaman di dalam buah terdapat biji.
2. Buah sungguh (buah sejati), jika melulu terbentuk dari bakal buah saja dan karena buah ini biasanya tidak diselubungi oleh bagian-bagian lainnya, maka dinamakan juga buah telanjang (fructus nudus).
3. Buah sejati tunggal adalah buah sejati yang terjadi dari satu bunga dengan satu bakal buah yang berisi satu biji atau lebih. Dan dibedakan dalam : buah sejati tunggal kering, buah sejati tunggal berdaging.
4. Buah sejati ganda berasal dari satu bunga dengan banyak bakal buah yang masing-masing lepas, tetapi akhirnya merupakan kumpulan buah maupun kelihatan seperti satu.
DAFTAR PUSTAKA
Tjitrosoepomo Gembong, 1990. MORFOLOGI TUMBUHAN. Gajah Mada Universsity Press ; Yogyakarta.
22.45 | Label: Struktur Perkembangan Tumbuhan | 0 Comments
Model-Model Instruksional
-->
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mengajar merupakan kegiatan yang sangat kompleks.Tidak setiap orang pun, yang pernah mengurus 20 orang anak yang berbeda-beda di kelas-kelas SD atau SL, dapat membantah pernyataan itu.
Mengajar merupakan pekerjaan professional yang tidak bisa lepas dari berbagai macam problema, apalagi yang dihadapi masyarakat yang dinamis. Guru sebagai pendidik dan pengajar dalam melaksanakan tugasnya sering menemukan problema-problema yang dari waktu kewaktu selalu berbeda, apalagi bila dihubungkan dengan keperluan perorangan atau kemasyarakatan, maka keaneaan problematika tersebut makin luas. Sabenarnya problematika tersebut datang dari implikasi dinamika masyarakat itu sendiri, yaitu menunjukkan hidup manusia menuntut kemajuan-kemajuan yang perlu dipenuhi oleh masyarakat itu sendiri. Akan tetapi problema yang menuntut kepada penelitian yang cermat mengenai sumber-sumber penyebabnya dan akibat-akibat apa yang akan timbul bila tidak terselesaikan.
Oleh karena itu dalam melaksanakan tugasnya, guru mempunyai banyak problema yang terkait dengan anak didik, kurikulum, metode pengajaran, dan tuntutan umum yang lainnya.Dari berbagai dinamika dan problem-problem diatas, guru masih dituntut untuk bersikap professional, walaupun tidak didukung dengan sarana yang layak, jadi disini kerja guru ekstra atau harus bekerja secara optimal.
Pengembangan sistem pembelajaran (instruksional) merupakan salah satu bentuk pembaharuan sistem instruksional yang banyak dilakukan dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan, dengan maksud agar sistem tersebut dapat lebih serasi dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, serasi pula dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan utama meningkatkan produktivitas dan efisiensi proses pembelajaran.
Namun demikian, pendekatan yang sistematis dalam kegiatan instruksional ini dilakukan dengan cara yang berbeda-beda, dan dengan sebutan yang berbeda-beda pula. Sebutan itu di antaranya adalah: pengembangan instruksional, desain instruksional, pengembangan sistem instruksional, pengembangan program instruksional, pengembangan produk instruksional, pengembangan organisasi, dan pengembangan kemampuan mengajar. Tetapi istilah populer yang lazim digunakan adalah “pengembangan instruksional (pembelajaran), yang merupakan padanan dari istilah “instructional development”.Istilah yang disebutkan terakhir ini adalah merupakan istilah resmi yang dibakukan oleh organisasi profesi AECT (Association for Educational Communication and Technology) di Amerika Serikat.
Dalam operasionalnya pengembangan sistem intruksional ini dapat dilaksanakan untuk jangka pendek maupun jangka panjang; dapat dilaksanakan untuk satu topik sajian, satu periode latihan, satu semester, satu bidang studi, atau bahkan satu sistem yang lebih besar lagi.
Atas dasar itulah Gustafson (dalam Sadiman, 1986:13) membedakan adanya tingkatan atau level pengembangan sistem instruksional, yakni: (a) tingkatan kelas, (b) tingkatan sistem, (c) tingkatan produk, dan (d) tingkatan organisasi. Setiap tingkatan tersebut memiliki fungsi dan model-model yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Di Indonesia, pengembangan sistem pembelajaran merupakan hal yang relatif baru. Pertama kali digunakan pada tahun 1972 oleh Badan Pengembangan Pendidikan (sekarang: Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan) dengan nama populernya PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional). Bahkan perguruan tinggi kita baru mengenal dan menggunakan model pengembangan sistem instruksional ini pada tahun 1976.Sejak saat itu pengembangan dan penggunaan model-model pengembangan sistem intruksional sangat berkembang pesat sampai saat ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengembangan system intruksional ?
2. Bagaimanakah model-model dari pengembangan system intruksional ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengembangan system intruksional.
2. Untuk mengetahui model-model dalam pengembangan system intruksional.
BAB II
KERANGKA TEORI
Ada banyak sekali konsepsi dasar tentang pengembangan sistem intruksional yang dapat kita jumpai dalam berbagai kepustakaan, yang rumusannya saling berbeda. Untuk memperoleh pengertian yang komprehensif, berikut ini diberikan beberapa konsepsi dasar yakni:
Ø AECT (1979: 20) mendefenisikan sebagai berikut:
Pengembangan pembelajaran adalah suatu pendekatan yang sistematis dalam desain, produksi, evaluasi, dan pemanfaatan sistem pembelajaran yang lengkap termasuk komponen-komponennya dan contoh manajemen penggunaannya.
Ø AETT (dalam Miarso, 1988: 8) mendefenisikan bahwa:
Pengembangan instruksional adalah pengembangan sumber-sumber belajar secara sistematik agar dapat terjadi perubahan perilaku.
Ø Ely (1978: 4) mendefenisikan bahwa:
Pengembangan sistem instruksional adalah suatu proses secara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitas dan praktis bisa dilaksanakan.
Dari beberapa konsepsi dasar tentang pengembangan sistem instruksional, maka dapat ditarik kesimpulan.Pengembangan sistem pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sistematis dalam menilai, mendeskripsikan, mengidentifikasi, mengembangkan serta menggunakan komponen-komponen sistem pembelajaran (peserta didik, tujuan, materi, media, metode, dan evaluasi) demi tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengembangan system Intruksional
3.1.1 Pengertian Pengembangan Sistem Intruksional
Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional system design) dan disain instruksional (instructional design) sering dianggap sama. “disain” berarti membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana pendahuluan “mengembangkan” berarti membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif, dan sebagainya.
Pengembangan Sistem Instruksional ialah suatu proses menentukan dan menciptakan situasi dan kondisi tertentu yang menyebabkan siswa dapat berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan di dalam tingkah lakunya (Carey, 1977).
Sedangkan menurut Ely : Pengembangan sistem instruksional adalah suatu proses secara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitas dan praktis bisa dilaksanakan (Ely, 1979).
Pengembangan sistem intruksional ialah proses menciptakan situasi dan kondisi tertentu yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan perilaku dan mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitas dan praktis bisa dilaksanakan. Pengembangan ini senantiasa didasarkan pada pengalaman.Pengamatan yang sesama dan percobaan yang terkendali.
Ada dua proses pengembangan, pertama ialah pendekatan secara empiris yang menggunakan dasar-dasar teori, bahan pengajaran disusun berdasarkan pengalaman pengembang. Pendekatan kedua ialah dengan pendekatan model. Dalam penyusunan rancangan pengajaran ada langkah-langkah secara sistem : cara mencapainya dipilihkan cara-cara tertentu, kondisi tertentu, dan perubahan tertentu. Hasil uji coba memberi informasi tertentu yang dapat dijadikan bahan penilaian perihal tingkat kesulitan suatu program.
Model sistem instruksional adalah metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yang sering dipakai oleh banyak tenaga pengajar, model instruksional yaitu suatu model yang terdiri atas empat komponen yang secara hakiki berbeda satu sama lainnya, model ini menitikberatkan pembuatan keputusan intelektual oleh guru sebelum dan sesudah pengajaran dan oleh karenanya, sebenarnya lebih berupa suatu model perencanaan dan penilaian dari suatu model “prosedur mengajar” pertama menentukan tujuan-tujuan instruksional secara spesifik dalam bentuk perilaku siswa.Kedua mengadakan penilaian pendahuluan terhadap keadaan siswa pada saat ini dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan instruksional tersebut.Dan ketiga menilai pencapaian tujuan-tujuan tersebut oleh siswa.
a. Penentuan tujuan-tujuan yang spesifik
Tujuan-tujuan instruksional didalam model-model komponen ini harus dirumuskan secara spesifik dalam bentuk perilaku akhir siswa. Hampir setiap pendidik mengakui pentingnya penentuan tujuan, tetapi akhir-akhir inipun hanya sedikit yang menganjurkan perlunya dirumuskan tujuan itu secara jelas, yaitu tujuan : bagaimana seharusnya siswa berperilaku pada akhir pengajaran. Model instrusional ini menuntut agar tujuan-tujuan tersebut dirumuskan secara jelas dan tegas dalam bentuk perilaku siswa.
b. Penilaian pendahuluan
Langkah kedua dalam model instruksional ini menuntut agar guru memeriksa perilaku mula siswa. Istilah penilaian “pendahuluan“ digunakan sebagai pengganti dari “tes-awal” hanya karena “penilaian pendahuluan” mencakup macam prosedur penilaian yang lebih banyak dari pada hanya dari pada tes ter tulis. Satu keuntungan nyata dari penilaian pendahuluan ialah bahwa guru dapat mengetahui sudahkah siswanya memiliki perilaku yang hendak dikembangkannya.Sangat mungkin kemampuan siswa lebih besar dari pada yang diduga guru.Kalau itu terjadi waktu berminggu-minggu terbuang sia-sia karena siswa-siswa “diajarkan” hal-hal yang sudah mereka ketahui. Dalam arti yang sama, sering pengetahuan mereka jauh lebih sedikit dari apa yang diduga oleh guru.
c. Pengajaran
Setelah guru mengadakan penilaian pendahuluan, dan barangkali mengubah tujuan-tujuan instruksional, langkah berikutnya yaitu merencanakan program pengajaran yang diharapkan dapat mencapai tujuan-tujuan yang dikehendakinya. Perencanaan ini memang rumit sekali, namun demikian, sesudah ada pernyataan yang jelas tentang tujuan apa yang dikehendaki, maka masalah itu menjadi jauh lebih mudah.
d. Penilaian
Langkah keempat dalam model instrusional ini adalah menilai taraf pencapaian tujuan-tujuan instruksional oleh para siswa. Pada waktu inilah guru menentukan sudahkah siswa-siswanya seperti yang direncanakan ketika ia merumuskan tujuan-tujuan. Masalah pengembangan prosedur penilaian tertentu, seperti siapan suatu tes, sebagian besar pastilah terpecahkan, jika tujuan telah dirumuskan secara spesifik.Tidak jarang tujuan yang sangat spesifik juga memuat pernyataan tentang prosedur penilaian. Pada hakikatnya tujuan dan penilaian seharusnya sama; yaitu butir-butir tes seharusnya disusun sesuai dengan jenis perilaku yang ditentukan dalam tujuan. Penilaian yang dimaksudkan disini bukanlah mengenai siswa, melainkan ketetapan keputusan-keputusan yang diambil oleh guru. Kita tidak berusaha menentukan bahwa ali mendapat “A” atau “B” tetapi hendak menentukan sudah tepatkah program pengajaran guru dan pelaksanaannya.
3.1.2 Dasar-Dasar Pengembangan Sistem Instruksional
Untuk memahami dasar-dasar pengembangan sistem instruksional, perlu diketahui terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan "Pengajaran" (instruction). Menurut Merril (1971, p. 10), "pengajaran" adalah suatu kegiatan di mana seseorang dengan sengaja diubah dan dikontrol, dengan maksud agar ia dapat bertingkah laku atau bereaksi trrhadap kondisi tertentu. Pengajaran merupakan salah satu bagian dari keseluruhan kegiatan mengajar. Termasuk di dalamnya adalah menyiapkan pengalaman yang siap dipakai, mengerjakan tugas-tugas administrasi, mengadakan pende¬katan terhadap siswa,dan sebagainya. Pengajaran berbeda dengan pengembangan kurikulum.Pengem¬bangan kurikulum meliputi penyusunan disain suatu bidang studi (sub¬ject matter) dari suatu tingkat sekolah atau lembaga pendidikan tertentu.Pengajaran lebih menekankan pada aspek bagaimana (how to), sedang pengembangan kurikulum lebih menekankan pada aspek "apa" (what to).Keputusan yang berkenaan dengan kurikulum berorientasi kepada isi atau materi (content oriented), sedang putusan yang berkenan dengan pengajaran adalah berorientasi kepada proses (process oriented). Pengajaran erat berkait dengan belajar namun tak persis sama. Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan makhluk hidup. Pengajaran hanya berlangsung manakala usaha tertentu telah dibuat untuk mengubah suatu keadaan sedemikian rupa, sehingga suatu hasil belajar tertentu dapat dicapai.Dengan demikian "kesenga¬jaan" merupakan karakteristik dari suatu pengajaran.
Apakah yang dimaksudkan dengan Pengembangan Sistem lnstruksio¬nal?Dihubungkan dengan pengertian "Instruction" seperti tersebut di atas, maka definisi pengembangan sistem instruksional adalah "suatu.proses menentukan dan menciptakan situasi dari kondisi tertentu yang menyebabkan siswa dapat berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan di dalam tingkah lakunya" (Carey, 1977, p. 6). Pengembangan sistem instruksional lebih lanjut meliputi proses "monitoring" interaksi siswa dengan situasi dan pengalaman belajar, agar para penyusun disain instruksional dapat menilai efektifitas suatu disain. Pengembangan sistem instruksional senantiasa didasarkan atas pengalaman empiris, dan prinsip-prinsip yang telah teruji kebenarannya, dalam arti telah ditentukan berdasar prosedur yang sistematis, peng¬amatan yang tepat, dan percobaan yang terkontrol. Hal ini berbeda dengan metode atau cara mengajar yang diperoleh se¬cara tradisional dan dikembangkan melalui pengalaman semata-mata.
Apakah yang dikerjakan oleh para pengembang sistem dan disain instruksional? Kegiatan pokok bagi para pengembang sistem dan disain instruksional meliputi:
1. Menentukan hasil belajar dalam arti prestasi siswa yang bisa diamati dan diukur (learning outcomes).
2. Identifikasi karakteristik siswa yang akan belajar.
3. Berdasar 1 dan 2 tersebut, memilih dan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar bagi para siswa.
4. Menentukan media untuk kegiatan tersebut.
5. Menentukan situasi dan kondisi, dalam mana responsi siswa akan diamati dan dipandang sebagai salah satu contoh dari tingkah laku yang diharapkan.
6. Menentukan kriteria, seberapa prestasi siswa telah dianggap cukup.
7. Memilih metode yang tepat untuk menilai kemampuan siswa untuk mendemonstrasikan tingkah laku seperti tersebut pada angka 1.
8. Menentukan metode untuk memonitor responsi siswa- sewaktu
9. Berada dalam proses pengajaran dan sewaktu dievaluasi.
10. Mengadakan perbaikan yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar bila ternyata responsi siswa tidak sesuai dengan hasil yang telah ditentukan.
3.1.3 Proses Pengembangan Sistem Instruksional
Prosedur atau proses yang ditempuh oleh para pengembang sistem instruksional bisa meliputi dua cara:
1. Dengan pendekatan secara empiris
Proses ini dilaksanakan tanpa menggunakan dasar-dasar teori secara sistematis. Di sini paket atau bahan pengajaran disusun berdasar pengalaman si pengembang, siswa disuruh mempelajari lalu hasilnya diamati. Bila hasilnya tak sesuai dengan apa yang diharapkan, materi pengajaran tersebut direvisi dan pekerjaan penyusunan paket (materi) penga¬jaran diulang.
Adapun pendekatan semacam ini mempunyai beberapa kelemahan diantaranya :
a. Setiap pengembang harus mulai dari awal untuk mencari atau menemukan semua langkah dan dasar yang diperlukan untuk mengembangkan suatu materi pengajaran.
b. Berulang kalinya pembuatan materi (paket) pengajaran baru. Hal ini berarti menghendaki berulang kau uji coba, dan ini berarti kurang efisien.
2. Dengan mengikuti atau membuat suatu model (paradigm approach).
Menurut pendekatan ini, hasil belajar yang diharapkan, bisa diklasi¬fikasikan sesuai dengan tipe-tipe tertentu.Untuk, tiap tipe tujuan khusus (objective) dapat dipilihkan cara-cara tertentu untuk menca¬painya, kondisi tertentu untuk mengamati responsi siswa bisa dicip-takan, dan perubahan-perubahan bilamana perlu bisa diadakan.Di dalam penyusunan disain instruksional, diadakan langkah-langkah secara sistematis, sehingga uji coba secara empiris terhadap suatu program dapat mendorong untuk adanya informasi mengenai efektifitas suatu program, yang sekaligus bisa untuk menguji model tersebut.
3.1.4 Tujuan Pembelajaran (PAI) Dengan Sistem Instruksional
Tujuan instruksional yang dikembangkan pada saat ini adalah tujuan instruksional ganda, dalam artian bahwa tujuan instruksional ini memiliki dua komponen yaitu Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK).
a. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Tujuan instruksional umum ini merupakan tujuan dari kurikuler, ialah tujuan pendidikan secara umum menjadi tujuan khusus dan operasional, sebab pada dasarnya tujuan pendidikan hanya dapat mungkin di capai bila tujuan itu di rumuskan ke dalam rumusan yang khusus dan operasional.
Dalam kurikulum SLTP 1975 bidang studi agama islam, dapat dilihat bahwa tujuan kurikuler bidang studi agama islam di SMP yang berjumlah empat belas itu di jabarkan sehingga menjadi delapan puluh tujuan instruksional umum (TIU).
b. Tujuan instruksional khusus
Tujuan ini adalah langkah yang paling akhir dalam upaya membuat rumusan tujuan pendidikan yang paling khusus dan operasional.tujuan instruksional khusus (TIK) dapat di artikan sebagai rumusan tujuan yang berisi kualifikasi khusus yang di harapkan di miliki siswa setelah selesai mengikuti kegiatan belajar mengajar tertentu. Tujuan instruksional khusus adalah tujuan yang hendak di capai guru setiap kali mengajar.
Maksud dari kedua tujuan instruksional ini adalah upaya untuk mengembangkan tujuan pendidikan secara universal yaitu tujuan pendidikan umum berfokuskan pada semua mata pelajaran yang ada disetiap sekolah dan madrasah, sedangkan tujuan instruksional khusus adalah tujuan pembelajaran yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung (proses pembelajaran), atau komponen-komponen yang akan dipaparkan untuk mengajar haruslah dikutip atau disajikan dalam berbentuk lembaran sebelum pelajaran itu berlangsung. Contohnya SAP ( Satuan Acara Perkuliahan) atau silabus perkuliahan yang disajikan oleh tenaga pengajar.
3.1.5 Implementasi (Penggunaan) Sistem Instruksional
Penggunaan sistem instruksional dalam pembelajaran didalam kelas dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahap.
a. Tahap awal
Tahap pembelajaran awal ini adalah langkah pertama sebelum materi pembelajaran berlangsung, yaitu memberikan pencerahan terhadap pola piker siswa tentang apa yang ingin diajarkan, diberikan bayangan sebelum memasuki tahap yang serius, tahap awal ini memiliki banyak teori dan metode yang bisa digunakan diantaranya adalah mengatur tatanan kelas yang nyaman dan epektif seperti group resume (resume kelompok) prosedurnya dibentuk seperti :
· Bagilah peserta kedalam beberapa kelompok, terdiri dari 3 sampai 6 anggota.
· Beritahukan kepada mereka bahwa kelas memiliki kesatuan bakat dan pengalaman yang sangat hebat.
· Memberikan motivasi kepada setiap kelompok agar aktif dan bervariasi dalam menela’ah materi.
b. Inti
Pada tahapan ini pengajar menguraikan materi yang diajarkan kepada siswa dengan menggunakan metode dan teknik yang nyaman dan mudah dimengerti oleh siswa sehingga siswa tidak mudah jenuh dan tidak cepat merasa bosan seperti yang ada dalam bukunya Mel Silberman yang menawarkan metode aktif dan variable salah satunya adalah Listening Team (tim pendengar)
· Buatlah kelas menjadi empat kelompok
· Masimg-masing kelompok diberi tugas, kelompok pertama sebagai penanya, kelompok kedua sebagai orang yang setuju, kelompok yang ketiga sebagai orang yang tidak setuju, sedangkan yang terakhir sebagai pemberi contoh.
· Sampaikan pelajaran yang didasarkan dengan pelajaran
· Suruhlah tiap-tiap tim untuk bertanya, sepakat dan sebagainya.
c. Tahap Akhir
Setelah materi diberikan kepada siswa dan waktu telah hamper habis untuk pembelajaran maka tahapan yang paling akhir ialah bagaimana siswa belajar agar tidak lupa tentunya dengan berbagai strategi yang bisa digunakan salah satunya adalah Reviewing Strategies (meninjau ulang).
Salah satu cara paling meyakinkan untuk menjadikan belajar tepat adalah menyertakan waktu untuk meninjau apa yang telah dipelajari. Materi yang telah ditinjau (review) oleh peserta didik mungkin disimpan lima kali lebih banyak dari materi yang tidak ditinjau. Hal itu karena peninjauan memudahkan peserta didik untuk mempertimbangkan informasi dan menemukan cara-cara untuk menyimpannya dalam otaknya.
3.2 Model Pengembangan Intruksional
3.2.1 Pengertian Model Intruksional
Model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewu¬judkan suatu proses, seperti penilaian suatu kebutuhan, pemilihan media, dan evaluasi". (Briggs, 1978, p. 23). Sedangkan Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional systems development) dan disain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara "disain" dan "pengembangan". Kata "disain" berarti "membuat sketsa atau pola atau outline atau ren¬cana pendahuluan".Sedang "mengembangkan" berarti "membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif, dan sebagainya." Beberapa definisi yang menunjukkan persamaan antara keduanya adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan sistem istruksional adalah suatu proses sedara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitasnya, dan praktis bisa dilaksanakan (Ely, 1979, p.4).
b. Sistem instruksional adalah semua materi pelajarari dan metode yang telah diuji dalam praktek yang dipersiapkan untuk mencapai tujuan dalam keadaan senyatanya (Baker; 1971, p: 16).
c. Disain instruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengem-bangan paket pelajaran, kegiatan menga-jar, uji coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar (Briggs, 1979, p. 20).
d. Disain sistem instruksional ialah pendekatan secara sistematis dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk mencapai kebutuhan dan tujuan instruksional. Semua komponen sistem ini (tujuan, materi, media, alat, evaluasi) dalam hubungannya satu sama lain dipandang sebagai kesatuan yang teratur sistematis. Komponen-komponen tersebut terlebih dulu diuji coba efektifitasnya sebelum disebarluaskan penggunaannya (Briggs, 1979, p. XXI).
Sesuai dengan pengertian tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan model pengembangan sistem instruksional adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan pengembangan sistem instruksional.
3.2.2 Model-Model Pengembangan System Intruksional
Ada beberapa model pengembangan instruksional, antara lain pengembangan instruksional model Banathy,model Gerlach & Ely, PPSI, model Kemp, model Briggs, model IDI (Instruksional Development Institute), dan lain-lainnya.
1. Model Bela H. Banathy
Pengembangan Instruksional model Banathy ini dapat diinformasikan dalam enam langkah sebagai berikut:
Ø merumuskan tujuan (Formulate objectives)
Ø mengembangkan test (develop test)
Ø menganalisis kegiatan belajar (analyze learning task)
Ø mendesain struktur instruksional (design system)
Ø melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil (Implement and test output)
Ø mengadakan perbaikan (change to improve)
2. Model Gerlach dan Elly.
Model desain intruksional yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971) ini dimaksudkan untuk pedoman perencanaan mengajar. Menurut Gerlach dan Ely (1971), langkah-langkah dalam pengembangan desain intruksional terdiri dari :
1. Merumuskan tujuan instruksional.
2. Menentukan isi materi pelajaran.
3. Menentukan kemampuan awal peserta didik.
4. Menentukan teknik dan strategi.
5. Pengelompokan belajar.
6. Menentukan pembagian waktu.
7. Menentukan ruang.
8. Memilih media intruksional yang sesuai.
9. Mengevaluasi hasil belajar.
10. Menganalisis umpan balik.
3. Model Briggs
Model Brigs ini berorientasi pada rancangan sistim dengan sasaran dosen atau guru yang akan bekerja sebagai perancang kegiatan instruksional maupun tim pengembangan instruksional yang susunan anggotanya meliputi: dosen, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media dan perancang instruksional (Mudhoffir, 1986 : 34)
Brigs berkeyakinan bahwa banyak pengetahuan tentang belajar mengajar dapat diterapkan untuk semua jajaran dalam bidang pendidikan dan latihan.Karena itu dia berpendapat bahwa model ini juga sesuai untuk pengembangan program latihan jabatan, tidak hanya terbatas pada program-program akademis saja.Di samping itu, model ini dirancang sebagai metodologi pemecahan masalah instruksional.
Dalam pengembangan instruksional ini berlaku prinsip keselarasan antara tujuan yang akan dicapai, strategi pencapaiannya dan evaluasi keberhasilannya, yang ketiganya merupakan tiang pancang desain instruksionalnya Briggs.
4. Model Kemp
Pengembangan instruksional yang dikembangkan oleh Kemp (1977) ini juga disebut sebagai Desain Instruksional, yang terdiri dari 8 langkah.
a. Penentuan tujuan instruksional umum (TIU); yaitu tujuan yang ditetapkana menurut masing-masing pokok bahasan.
b. Menganalisis karakteristik siswa; dalam analisis ini memuat hal-hal yang berkenaan dengan latar belakang pendidikan siswa, sosial budaya yang memungkinkan dapat mengikuti program kegiatan belajar, serta langkah-langkah apa yang perlu ditetapkan.
c. Menentukan tujuan instruksional khusus (TIK); yakni tujuan yang ditetapkan secara operasional, spesifik dan dapat diukur. Dengan demikian siswa dapat mengetahui apa yang akan mereka lakukan, bagaimana melakukannya dan apa ukuran yang digunakan bahwa mereka dapat mencapai tujuan belajar tersebut.
d. Menentukan materi pelajaran;yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditetapkan.
e. Mengadakan penjajakan awal (preassesment); langkah ini sama halnya dengan test awal yang fungsinya untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa, apakah telah memenuhi syarat belajar yang ditentukan ataukah belum.
f. Menentukan strategi belajar dan mengajar yang relevan; sebagai patokan untuk memilih strategi yang dimaksud, Kemp menentukan 4 kriteria;
· Efisiensi;
· Keefektifan;
· Ekonomis;
· Kepraktisan.
Dalam memilih strategi belajar-mengajar tersebut harus melalui analisis alternatif.
g. Mengkoordinasi sarana penunjang yang dibutuhkan, meliputi:
· Biaya;
· Fasilitas;
· Peralatan;
· Waktu dan
· Tenaga
h. Mengadakan evaluasi; hasil evaluasi tersebuut digunakan untuk mengontrol dan mengkaji sejauhmana keberhasilan suatu program yang telah direncanakan mencapai sasaran yang diinginkan. Hasil evaluasi merupakan umpan balik untuk merevisi kembali tentang; program instruksional yang telah dibuat, instrument tes, metode strategi yang dipakai dan sebagainya.
5. Model IDI
Pengembangan instruksional model ID (Instruksional Development Institute) merupakan suatu hasil konsorsium antar perguruan tinggi di Amerika Serikat yang dikenal dengan Uniiversity Consorsium Instructional Development and Technology (UCIDT).
Model IDI ini telah dikembangkan dan diuji-cobakan pada beberapa negara di Asia dan Eropa dan telah berhasil di 334 institusi pendidikan di Amerika. Sebagaimana halnya dengan model-model pengembangan instruksional lainnya, model ini juga menggunakan model pendekatan sistim yang meliputi tiga tahapan, yakni;
a. Tahap pembatasan (define)
Identifikasi masalah, dimulai dengan analisis kebutuhan atau yang disebut need assesment. Pada dasarnya need assisment ini berusaha menemukan suatu perbedaan (descrypancy) antara apa yang ada dan apa yang idealnya (yang diinginkan). Karena banyaknya kebutuhan pengajaran, maka perlu diadakan prioritas mana yang didahulukan dan mana yang dikemudian.
b. Tahap Pengembangan
Identifikasi tujuan; tujuan instruksional yang hendak dicapai perlu diidentifikasikan terlebih dahulu, baik tujuan instruksional umum (TIU) dalam hal ini IDI menyebutkan dengan Terminal Objectives dan tujuan instruksional khusus (TIK) yang disebut Enabling Objectives. TIK adalah penjabaran yang lebih rinci dari TIU, maka TIK dianggap penting sekali dalam pengembangan instruksional, disamping itu TIK perlu karena;
1. Membantu siswa dan guru untuk memahami secara jelas apa-apa yang diharapkan sebagai hasil kegiatan instruksional;
2. TIK merupakan building blocks dari pengajaran yang diberikan
3. TIK merupakan penanda tingkah laku yang harus diperlihatkan oleh siswa sesuai dengan kegiatan instruksional yang diberikan.
Ø Penentuan metode;
1. Untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan perlu ditempuh suatu cara, dalam hal ini metode apa yang cocok digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkn tersebut.
2. Bagaimanakah urutan isi/ bahan yang akan disajikan?
3. Bentuk instruksional apakah yang dipilih sesuai dengan karakteristik siswa dalam situasi dan kondisinya? Apakah dipakai metode ceramah, diskusi, praktikum, karyawisata, tugas individual dan lain-lainnya?
c. Tahap penilaian
1. Tes uji coba;
Setelah prototipa program instruksional tersebut disusun, maka langkah berikutnya harus diadakan uji-coba.Uji-coba ini dapat dilakukan pada sampel audien untuk menentukan kelemahan dan kebaikan serta efesiensi dan keefektifan suatu program yang dikembangkan.
2. Analisis hasil
Hasil uji coba yang dilakukan perlu dianalisis terutama yang berkenaan dengan;
a. Apakah tujuan dapat dicapai, bila tidak atau belum semuanya, dimanakah letak kesalahannya?
b. Apakah metode atau teknik yang dipakai sudah cocok denganpencapaian tujuan-tujuan tersebut, mengingat karakteristik siswa yang telah diidentivikasi?
c. Apakah tidak ada kesalahan dalam pembuatan instrumen evaluasi?
d. Apakah sudah dievaluasi hal-hal yang seharusnya perlu dievaluasi?
6. Model PPSI
PPSI merupakan singkatan dari prosedur pengembangan sistem intruksional. Istilah sistem instruksional mengandung pengertian bahwa PPSI menggunakan pendekatan sistem dimana pembelajaran adalah suatu kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri dari seperangkat komponen yang saling berhubungan dan bekerjasama satu sama lain secara fungsional dan terpadu dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.
Dengan demikian PPSI adalah suatu langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran sebagai suatu sistem dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien (Harjanto, 2008 : 75).
Model pengembangan intruksional PPSI ini memiliki 5 langkah pokok yaitu:
a. Perumusan tujuan/kompetensi
Merumuskan tujuan/kompetensi beserta indicator ketercapaiannya yang harus memenuhi 4 kriteria sebagai berikut:
1. Menggunakan istilah yang operasional
2. Berbentuk hasil belajar
3. Berbentuk tingkah laku
4. Hanya satu jenis tingkah laku
b. Pengembangan alat penilaian
1. Menentukan jenis tes/intrumen yang akan digunakan untuk menilai tercapai tidaknya tujuan
2. Merencanakan pertanyaan (item) untuk menilai masing-masing tujuan
c. Kegiatan belajar
1. Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
2. Menetapkan kegiatan belajar yang tak perlu ditempuh
3. Menetapkan kegiatan yang akan ditempuh
d. Pengembangan program kegiatan
1. Merumuskan materi pelajaran
2. Menetapkan model yang dipakai
3. Alat pelajaran/buku yang dipakai
4. Menyusun jadwal
e. Pelaksanaan
1. Mengadakan pretest
2. Menyampaikan materi pelajaran
3. Mengadakan posttest
4. Perbaikan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan sebelumnya yaitu :
1. Pengembangan sistem pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sistematis dalam menilai, mendeskripsikan, mengidentifikasi, mengembangkan serta menggunakan komponen-komponen sistem pembelajaran (peserta didik, tujuan, materi, media, metode, dan evaluasi) demi tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan.
2. Model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewu¬judkan suatu proses, seperti penilaian suatu kebutuhan, pemilihan media, dan evaluasi". (Briggs, 1978, p. 23)
3. Model – Model pengembangan instruksional, antara lain pengembangan instruksional model Bela H.Banathy, MPSI, model Kemp, model Briggs, model Gerlach & Ely, model IDI (Instruksional Development Institute), dan PSSI
22.38 | Label: Belajar dan Pembelajaran, Profesi Pendidikan | 0 Comments
Langganan:
Postingan (Atom)
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "
Diberdayakan oleh Blogger.