I made this widget at MyFlashFetish.com.

Etiam placerat

Mutasi pada Drosophila melanogaster

Mutasi pada Drosophila melanogaster

Mutasi yang terjadi pada mata Drosophila melanogaster diantaranya adalah:
  1. White (w) merupakan mutan dengan warna mata putih karena tidak memiliki pigmen pteridin dan ommochrome. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 1, lokus 1,5.
  2. Vermilion (v) merupakan mutan dengan warna mata merah yang sangat terang (warna vermilion). Mutasi teradi pada kromosom nomor 1, lokus 33.
  3. Bar (B) merupakan mutan dengan bentuk mata yang sipit. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 1, lokus 57.
  4. Carnation (car) merupakan mutan dengan warna mata seperti anyelir. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 1, lokus 62,5.
  5. Purple (pr) merupakan mutan dengan mata warna ungu. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 2, lokus 54,5.
  6. Brown (bw) merupakan mutan dengan mata warna cokelat. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 2, lokus 104.
  7. Lobe (L) merupakan mutan dengan mata yang tereduksi, sehingga mata terlihat sangat kecil dan tidak berbentuk bulat lonjong. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 2, lokus 72,0. 
  8. Cinnabar (cn) merupakan mutan dengan mata berwarna merah sedikit agak orange. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 2, lokus 57,5.
  9. Star (S) merupakan mutan dengan mata kasar dan kecil. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 2, lokus 1,3.
  10. Sepia (se) merupakan mutan dengan mata warna cokelat tua agak kehitaman, hal tersebut karena mutan kelebihan pigmen sepiapterin. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 26.
  11. Scarlet (st) merupakan mutan dengan mata warna merah tua. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 44.
  12. Rough (ro) merupakan mutan dengan permukaan mata yang agak kasar dan faset abnormal. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 91,1.
  13. Claret (ca) merupakan mutan dengan mata berwarna merah anggur atau merah delima (ruby). Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 100,7.
  14. Eyemissing (eym) merupakan mutan yang tidak mempunyai organ mata. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 4, lokus 2,0.
Mutasi yang terjadi pada sayap Drosophila melanogaster adalah sebagai berikut:
  1. Cut wings (ct) merupakan mutan dengan sayap yang terpotong. Mutasi terjadi pada kromosom nomoe 1, lokus 20.
  2. Miniature (m) merupakan mutan dengan panjang sayapnya sama dengan panjang tubuhnya. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 1, lokus 36,1.
  3. Dumpy (dp) merupakan mutan dengan bentuk sayap yang terbelah sehingga panjang sayap tampak hanya dua per tiga dari panjang sayap normal.
  4. Vestigial (vg) merupakan mutan dengan sayap yang tereduksi yang berarti panjang sayap mutan jauh lebih pendek dibanding panjang sayap Drosophila melanogaster normal, akibatnya Drosophila melanogaster dengan bentuk sayap tersebut tidak dapat terbang. Mereka hanya mengandalkan bristle sebagai alat sensor mekaniknya. 
  5. Curly (Cy) merupakan mutan dengan sayap melengkung ke atas, baik pada saat terbang mahupun hinggap. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 50,0.
  6. Taxi (tx) merupakan mutan dengan sayap yang terentang, baik ketika terbang mahupun hinggap. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 91,0.
Mutasi pada warna tubuh Drosophila melanogaster adalah sebagai berikut:
  1. Yellow (y) merupakan mutan dengan warna tubuh kuning. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 1, lokus 0,0.
  2. Black (b) merupakan mutan dengan warna tubuh hitam pekat. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 2, lokus 48,5.
  3. Ebony (e) merupakan mutan dengan warna tubuh gelap. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 70,7

Metamorfosis Drosophila melanogaster

Metamorfosis

Metamorfosis pada Drosophila termasuk metamorfosis sempurna, yaitu dari telur – larva instar I – larva instar II – larva instar III – pupa – imago. Fase perkembangan dari telur Drosophila melanogaster dapat dilihat lebih jelas pada gambar di bawah ini. 
Perkembangan dimulai segera setelah terjadi fertilisasi, yang terdiri dari dua periode. Pertama, periode embrionik di dalam telur pada saat fertilisasi sampai pada saat larva muda menetas dari telur dan ini terjadi dalam waktu kurang lebih 24 jam. Dan pada saat seperti ini, larva tidak berhenti-berhenti untuk makan (Silvia, 2003). 
Periode kedua adalah periode setelah menetas dari telur dan disebut perkembangan postembrionik yang dibagi menjadi tiga tahap, yaitu larva, pupa, dan imago (fase seksual dengan perkembangan pada sayap). Formasi lainnya pada perkembangan secara seksual terjadi pada saat dewasa (Silvia, 2003). 
Telur Drosophila berbentuk benda kecil bulat panjang dan biasanya diletakkan di permukaan makanan. Betina dewasa mulai bertelur pada hari kedua setelah menjadi lalat dewasa dan meningkat hingga seminggu sampai betina meletakkan 50-75 telur perhari dan mungkin maksimum 400-500 buah dalam 10 hari. (Silvia, 2003). Telur Drosophila dilapisi oleh dua lapisan, yaitu satu selaput vitellin tipis yang mengelilingi sitoplasma dan suatu selaput tipis tapi kuat (Khorion) di bagian luar dan di anteriornya terdapat dua tangkai.tipis. Korion mempunyai kulit bagian luar yang keras dari telur tersebut (Borror, 1992). 
Larva Drosophila berwarna putih, bersegmen, berbentuk seperti cacing, dan menggali dengan mulut berwarna hitam di dekat kepala. Untuk pernafasan pada trakea, terdapat sepasang spirakel yang keduanya berada pada ujung anterior dan posterior (Silvia, 2003). 
Saat kutikula tidak lunak lagi, larva muda secara periodik berganti kulit untuk mencapai ukuran dewasa. Kutikula lama dibuang dan integumen baru diperluas dengan kecepatan makan yang tinggi. Selama periode pergantian kulit, larva disebut instar. Instar pertama adalah larva sesudah menetas sampai pergantian kulit pertama. Dan indikasi instar adalah ukuran larva dan jumlah gigi pada mulut hitamnya. Sesudah pergantian kulit yang kedua, larva (instar ketiga) makan hingga siap untuk membentuk pupa. Pada tahap terakhir, larva instar ketiga merayap ke atas permukaan medium makanan ke tempat yang kering dan berhenti bergerak. Dan jika dapat diringkas, pada Drosophila, destruksi sel-sel larva terjadi pada prose pergantian kulit (molting) yang berlangsung empat kali dengan tiga stadia instar : dari larva instar 1 ke instar II, dari larva instar II ke instar III, dari instar III ke pupa, dan dari pupa ke imago (Ashburner, 1985). 
Selama makan, larva membuat saluran-saluran di dalam medium, dan jika terdapat banyak saluran maka pertumbuhan biakan dapat dikatakan berlangsung baik. Larva yang dewasa biasanya merayap naik pada dinding botol atau pada kertas tissue dalam botol. Dan disini larva akan melekatkan diri pada tempat kering dengan cairan seperti lem yang dihasilkan oleh kelenjar ludah dan kemudian membentuk pupa. 
Saat larva Drosophila membentuk cangkang pupa, tubuhnya memendek, kutikula menjadi keras dan berpigmen, tanpa kepala dan sayap disebut larva instar 4. Formasi pupa ditandai dengan pembentukan kepala, bantalan sayap, dan kaki. Puparium (bentuk terluar pupa) menggunakan kutikula pada instar ketiga. Pada stadium pupa ini, larva dalam keadaan tidak aktif, dan dalam keadaan ini, larva berganti menjadi lalat dewasa (Ashburner, 1985) 
Struktur dewasa tampak jelas selama periode pupa pada bagian kecil jaringan dorman yang sama seperti pada tahap embrio. Pembatasan jaringan preadult (sebelum dewasa) disebut anlagen. Fungsi utama dari pupa adalah untuk perkembangan luar dari anlagen ke bentuk dewasa (Silvia, 2003). 
Dewasa pada Drosophila melanogaster dalam satu siklus hidupnya berusia sekitar 9 hari. Setelah keluar dari pupa, lalat buah warnanya masih pucat dan sayapnya belum terbentang. Sementara itu, lalat betina akan kawin setelah berumur 8 jam dan akan menyimpan sperma dalam jumlah yang sangat banyak dari lalat buah jantan. 
Pada ujung anterior terdapat mikrophyle, tempat spermatozoa masuk ke dalam telur. Walaupun banyak sperma yang masuk ke dalam mikrophyle tapi hanya satu yang dapat berfertilisasi dengan pronuleus betina dan yang lainnya segera berabsorpsi dalam perkembangan jaringan embrio. (Borror, 1992)
Sumber :
Borror. J. D, Triplehorn. 1992. Pengenalan Pengajaran Serangga. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

Periode kedua adalah periode setelah menetas dari telur dan disebut perkembangan postembrionik yang dibagi menjadi tiga tahap, yaitu larva, pupa, dan imago (fase seksual dengan perkembangan pada sayap). Formasi lainnya pada perkembangan secara seksual terjadi pada saat dewasa (Silvia, 2003). 
Telur Drosophila berbentuk benda kecil bulat panjang dan biasanya diletakkan di permukaan makanan. Betina dewasa mulai bertelur pada hari kedua setelah menjadi lalat dewasa dan meningkat hingga seminggu sampai betina meletakkan 50-75 telur perhari dan mungkin maksimum 400-500 buah dalam 10 hari. (Silvia, 2003). Telur Drosophila dilapisi oleh dua lapisan, yaitu satu selaput vitellin tipis yang mengelilingi sitoplasma dan suatu selaput tipis tapi kuat (Khorion) di bagian luar dan di anteriornya terdapat dua tangkai.tipis. Korion mempunyai kulit bagian luar yang keras dari telur tersebut (Borror, 1992). 
Larva Drosophila berwarna putih, bersegmen, berbentuk seperti cacing, dan menggali dengan mulut berwarna hitam di dekat kepala. Untuk pernafasan pada trakea, terdapat sepasang spirakel yang keduanya berada pada ujung anterior dan posterior (Silvia, 2003). 
Saat kutikula tidak lunak lagi, larva muda secara periodik berganti kulit untuk mencapai ukuran dewasa. Kutikula lama dibuang dan integumen baru diperluas dengan kecepatan makan yang tinggi. Selama periode pergantian kulit, larva disebut instar. Instar pertama adalah larva sesudah menetas sampai pergantian kulit pertama. Dan indikasi instar adalah ukuran larva dan jumlah gigi pada mulut hitamnya. Sesudah pergantian kulit yang kedua, larva (instar ketiga) makan hingga siap untuk membentuk pupa. Pada tahap terakhir, larva instar ketiga merayap ke atas permukaan medium makanan ke tempat yang kering dan berhenti bergerak. Dan jika dapat diringkas, pada Drosophila, destruksi sel-sel larva terjadi pada prose pergantian kulit (molting) yang berlangsung empat kali dengan tiga stadia instar : dari larva instar 1 ke instar II, dari larva instar II ke instar III, dari instar III ke pupa, dan dari pupa ke imago (Ashburner, 1985). 
Selama makan, larva membuat saluran-saluran di dalam medium, dan jika terdapat banyak saluran maka pertumbuhan biakan dapat dikatakan berlangsung baik. Larva yang dewasa biasanya merayap naik pada dinding botol atau pada kertas tissue dalam botol. Dan disini larva akan melekatkan diri pada tempat kering dengan cairan seperti lem yang dihasilkan oleh kelenjar ludah dan kemudian membentuk pupa. 
Saat larva Drosophila membentuk cangkang pupa, tubuhnya memendek, kutikula menjadi keras dan berpigmen, tanpa kepala dan sayap disebut larva instar 4. Formasi pupa ditandai dengan pembentukan kepala, bantalan sayap, dan kaki. Puparium (bentuk terluar pupa) menggunakan kutikula pada instar ketiga. Pada stadium pupa ini, larva dalam keadaan tidak aktif, dan dalam keadaan ini, larva berganti menjadi lalat dewasa (Ashburner, 1985) 
Struktur dewasa tampak jelas selama periode pupa pada bagian kecil jaringan dorman yang sama seperti pada tahap embrio. Pembatasan jaringan preadult (sebelum dewasa) disebut anlagen. Fungsi utama dari pupa adalah untuk perkembangan luar dari anlagen ke bentuk dewasa (Silvia, 2003). 
Dewasa pada Drosophila melanogaster dalam satu siklus hidupnya berusia sekitar 9 hari. Setelah keluar dari pupa, lalat buah warnanya masih pucat dan sayapnya belum terbentang. Sementara itu, lalat betina akan kawin setelah berumur 8 jam dan akan menyimpan sperma dalam jumlah yang sangat banyak dari lalat buah jantan. 
Pada ujung anterior terdapat mikrophyle, tempat spermatozoa masuk ke dalam telur. Walaupun banyak sperma yang masuk ke dalam mikrophyle tapi hanya satu yang dapat berfertilisasi dengan pronuleus betina dan yang lainnya segera berabsorpsi dalam perkembangan jaringan embrio. (Borror, 1992)
Sumber :
Borror. J. D, Triplehorn. 1992. Pengenalan Pengajaran Serangga. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

GIANT CHROMOSOME ( KROMOSOM RAKSASA ) PADA Drosophila melanogaster


Kromosom adalah suatu molekul asam nukleat yang melakukan repliksi sendiri serta mengandung sejumlah gen. Pada struktur tertentu kromosom tersusun dari DNA dan protein dan ditemukan dalam inti sel eukariot (Brown 1989 dalam handout A.D Corebima)

Pada kelenjar ludah lalat buah Drosophila melanogaster ditemukan kromosom yang berukuran lebih besar dari ukuran kromosom normal, yang biasa disebut kromosom raksasa (polytene chromosom). Menurut Kimball, 1998, kromosom raksasa ini memiliki
ukuran seratus kali lebih besar daripada ukuran kromosom normal. Kromosom raksasa ini menunjukkan detail struktur yang lebih jelas dari kromosom normal.
Bentuk kromosom raksasa pada lalat buah (Drosophila melanogaster) ini adalah linier atau batang. Kromosom raksasa ini terdiri dari dua daerah yaitu daerah pita yang gelap dan pita terang (interband) yang terletak berselang-seling secara bergantian. Pada daerah pita yang gelap terdapat banyak DNA. Pada daerah ini, kromatin mengalami kondensasi atau pelipatan secara maksimal yang disebut sebagai heterokromatin yang berperan aktif pada saat terjadi pembelahan. Heterokromatin adalah gen yang tidak terekspresi (Kimball, 1998). Sedangkan pada interband atau pita terang tidak terjadi kondensasi. Pada pita terang ini terdapat eukromatin (gen yang tidak diaktifkan).

Kromosom raksasa pada Drosophila melanogaster ini kebanyakan memiliki lima lengan, tiga pada sisi kromosom bagian kanan sedangkan dua pada sisi kiri. (http://www.ucsf.edu/sedat/polytene_chrom.html)


Kromosom raksasa adalah kromosom interfase yang lebih memanjang daripada kromosom metaphase, sebab kromosom ini dapat dilihat pada waktu interfase, sedangkan kromosom biasa tidak karena merupakan hasil duplikasi berulang dari kromosom tanpa disertai pembelahan sel.
Pada kelenjar ludah Drosophila melanogaster setiap kromosom raksasa merupakan hasil duplikasi berulang dari kromosom tanpa disertai pembelahan sel. Pada kelenjar ludah Drosophila melanogaster setiap kromosom raksasa merupakan hasil sembilan siklus replikasi (Kimball, 1998). Kromosom raksasa dibentuk oleh peristiwa endomitosis yaitu suatu replikasi yang menghasilkan banyak kromosom yang terpisah


GAMBAR HASIL PENGAMATAN

PENGAMATAN KROMOSOM RAKSASA (KROMOSOM POLITEN) Drosophila melanogaster

POLITEN


Laporan Praktikum Genetika
PENGAMATAN KROMOSOM RAKSASA (KROMOSOM POLITEN)
Drosophila melanogaster
Reny Guspratiwi*, A. R. Junaid, D.C. Wahluyo, D. Oktavia, F.A. Murobby, N. Nikita, N. M. Pertiwi, R.A.S. Utami
Universitas Indonesia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Departemen Biologi
Maret 2011

Abstrak

Kromosom politen adalah kromosom yang struktur dan ukurannya lebih besar dari kromosom normal. Kromosom politen sering ditemukan pada tumbuhan, mamalia, protozoa, dan serangga ordo diptera. Kromosom politen bisa ditemukan diberbagai tempat salah satunya di kelenjar ludah. Dilakukan pengamatan pada larva instar III Drosophila melanogaster untuk melihat struktur kromosom politen yang terletak pada kelenjar ludah, memahami perbedaan kromosom politen dengan kromosom biasa, dan memahami bagian-bagian dari kromosom politen. Hasil pengamatan kromosom politen Drosophila melanogaster yaitu ditemukan dua bagian dari lima bagian yang ada pada kromosom politen, yaitu band dan interband.

Kata kunci: Drosophila melanogaster; kromosom politen; kelenjar ludah; band; interband

1.      Pendahuluan


Adanya kromosom politen menunjukkan ada perbedaan yang timbul dari kromosom biasa.  Hal ini disebabkan salah satunya oleh ukuran kromosom politen yang lebih besar dibandingkan ukuran kromosom normal. Praktikum pengamatan kromosom politen pada Drosophila melanogaster ini dilakukan untuk mempelajari kromosom politen berdasarkan teori yang ada.
Kromatin adalah benang-benang halus yang tersusun atas deoksiribonukleat acid (DNA) dan protein yang terdiri dari histon dan nonhiston, sehingga membentuk nukleoprotein (Suryo 1995: 18). Dalam setiap inti sel , moleku DNA dikemas dalam struktur sepeti benang yang disebut kromosom. Setiap kromosom memiliki titik penyempitan yang disebut sentromer yang membagi kromosom menjadi dua bagian atau disebut lengan. Lengan pendek disebut lengan “P” dan lengan panjang disebut lengan “Q”.  Lokasi sentromer memberikan karakteristik pada masing-masing kromosom dan dapat digunakan untuk menggambarkan lokasi gen tersebut (May dkk  2011:1).
Macam-macam kromosom berdasarkan letak sentromernya, pertama,  metasentris yaitu kromosom yang memiliki sentromer di tengah, sehingga kromosom dibagi atas dua lengan yang sama panjang. Kedua, submetasentris, yaitu kromosom yang memiliki sentromer tidak di tengah, sehingga kedua lengan kromosom tidak sama panjang. Ketiga, akrosentris, yaitu kromosom yang memiliki sentromer dekat dengan salah satu ujungnya, sehingga kedua lengan tidak sama panjangnya. Keempat, telosentris, yaitu kromosom yang memiliki sentromer di salah satu ujungnya sehingga kromosom tetap lurus dan tidak terbagi atas dua lengan (Suryo 1995: 60).
Ada beberapa kromosom kadang-kadang masih dapat dilihat adanya lekukan ke arah dalam sehingga memisahkan bagian kecil dari lengan kromosom, yang dinamakan satelit. Di lekukan sekunder seringkali dibentuk nukleus, oleh karena itu lekukan ini disebut juga pengatur nukleus. Setiap lengan kromosomterdiri dari dua bagian yang serupa dan dinamakan kromatid. Dalam kromatid tampak dua pita spiral disebut kromonema (jamak: kromonemata). Penebalan yang terdapat pada kromonema disebut kromomer. Bagian dari ujung-ujung kromomer disebut telomer yang fungsinya menghalangi bersambungnya kromosom satu dengan yang lainnya (Suryo 1995; 58).
Pada tahun 1928, Emil Heitz menemukan beberapa bagian pada kromosom yang sangat tebal dan gelap dan diberi nama heterokromatin, sedangkan bagian yang tidak menebal dan tidak gelap yang terlihat pada tahap telofase dan interfase disebut euterokromatin. Study selanjutnya menunjukkan Heterokromatin mengandung sedikit atau tidak ada gen aktif, sedangkan eukromatin mengandung gen aktif (Eberhard 2007:180).
Kromosom raksasa disebut kromosom politen, ditemukan pada sel nukleus kelenjar ludah dan pada beberapa jaringan larva Drosophila melanogaster dan pada serangga ordo diptera lainnya. Struktur kromosom politen dibentuk dari pengulangan replikasi DNA tanpa pemisahan dari replikasi helaian kromatin. Bagian-bagian kromosom politen pada kromosom betina (X) yaitu kanan dan kiri pada kromosom 2 dan 3 dan kromosom pendek (kromosom 4) pada bagian kromosenter (Harth 2005: 272 & 273). Kromosenter adalah bagian block besar pada heterokromatin yang terdapat di dekat sentromer. Pada kromosom politen, selain terdapat kromonemata dan kromosenter, ditemukan juga band dan interband. Band adalah bagian gelap pada kromosom dan interband adalah bagian terangnya. Band yang terurai membentuk puff. Puff adalah gen aktif pada transkripsi RNA (Wolfe 1993: 737).
Kromosom politen sering ditemukan pada kromosom kelenjar ludah, karena seirng dilakukan penelitian dari kelenjar ludah larva diptera. Kromosom politen juga ditemukan pada organ lain seperti tubulus malphigi dan kantong lambung. Pada beberapa lalat dewasa juga dapat ditemukan sedikit kromosom politennya (Wolfe 1993:736).
Digunakannya kromosom kelenjar ludah karena kelenjar ludah tersusun dari sel-sel yang sangat besar selama perkembangan larva. Sel-sel itu tidak lagi membelah, namun semakin besar mengikuti perkembangan larva. Painter menduga, membelah nya kromosom kelenjar ludah karena pada tahap S dari interfase, baik kromosom maupun kromomer membelah, sedangkan pada kromosom biasa, pembelahan seperti itu hanya terjadi pada tahap mitosis. Kromosom kelenjar ludah tidak pernah mengalami pemendekan, sehingga terlihat sangat panjang dan besar. Kromosom kelenjar ludah mengandung 1000 kali lebih banyak DNA dibanding kromosom biasa ( Suryo 1995: 78 & 84).
Kromosom Drospohila melanogaster dijadikan objek dalam berbagai penelitian karena perkembangan larva Drosophila melanogaster dibedakan atas tiga instar, dan pada instar ketiga, larva mempunyai ukuran panjang kira-kira 4,5 milimeter (Suryo 1995: 78).
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami sturktur kromosom politen Drosophila melanogaster. Kedua, untuk mengetahui dan memahami bagian bagian kromosom politen Drosophila melanogaster. Ketiga, untuk mengetahui dan memahami perbedaan antara kromosom politen dan kromosom biasa.


2.      Metodologi


Alat yang digunakan pada praktikum pengamatan kromosom politen Drosophila melanogaster adalah mikroskop cahaya, mikroskop elektron, kaca objek, kaca penutup, jarum sonde, kertas penghisap, dan tisu. Bahan yang digunakan adalah larva instar III Drosophila melanogaster, larutan ringer, dan pewarna asetokarmin.
Cara kerja pengamatan kromosom politen Drosophila melanogaster yaitu larva instar III diambil dari wadah pembiakan, lalu diletakkan di atas kaca objek yang sudah ditetesi larutan ringer. Larva ditusuk di bagian kepala dan tubuh lalu bagian  tubuh ditarik ke arah yang berlawanan, hal ini dilakukan di bawah mikroskop stereo. Setelah bagian kepala berpisah dengan tubuh, dilakukan isolasi kelenjar ludah dan dibersihkan dari lemak-lemak yang masih menempel pada kelenjar ludah tersebut. Kelenjar ludah yang telah bersih dari lemak diberi pewarna asetokarmin dan didiamkan selama 10-15 menit. Setelah menunggu selama 10-15 menit, kaca penutup diletakkan di atas kaca objek lalu ditekan agar kelenjar ludah hancur dan sel-sel nya tersebar merata. Sisa asetokarmin dibersihkan dengan kertas penghisap lalu diamati dibawah mikroskop cahaya.


3.      Hasil dan Pembahasan







Pada gambar kromosom politen yang ditemukan oleh kelompok 5, hanya bisa diamati band dan interband saja. Bagian lain dari kromosom tidak bisa diamati dengan baik, hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya, kesalahan praktikan dalam membuat preparat. Berdasarkan literatur seharusnya bagian-bagian kromosom itu ada lima, yaitu band, interband, kromosentris, kromonemata, dan puff.
Digunakannya kelenjar ludah Drosophila melanogaster karena lalat tersebut merupakan salah satu dari ordo diptera yang memiliki kromosom homolog kebanyakan selalu berpasangan. Oleh karena itu kromosom-kromosom interfase dalam sel-sel kelenjar ludah selalu berpasangan. Dalam inti sel interfase dari embrio lalat Drosophila melanogaster, kromosom homolog tampak sebagai benang-benang berpasangan yang memiliki kromomer (Suryo 1995: 84).
Digunakannya larva instar III Drosophila melanogaster karena umur dan kondisi larva sangat menentukan untuk melihat pola band pada kromosom politennya. Larva yang sudah hampir menjadi pupa juga menurun kualitas pola band nya. Larva instar III Drosophila melanogaster digunakan juga karena larva tersebut sudah cukup makan dan beradaptasi dengan lingkungannya (Henderson 2004: 251 & 266).
Terbentuknya pola gelap dan terang karena kromatid yang bersinaps. Band berupa struktur kompak yang memiliki lebih banyak DNA dibandingkan interband. Kromatin yang menggulung merupaka salah satu alasan terbentuknya band dan kromatin yang tidak menggulung membentuk interband. Gulungan tersebut akan terlihat seperti pita gelap karena mengandung banyak DNA (Henderson 2004: 26).




4.      Kesimpulan


Kromosom politen adalah kromosom  raksasa yang mengandung 1000 kali DNA  lebih banyak dari kromosom biasa. Terbentuknya kromosom politen karena pengulangan replikasi DNA tanpa pemisahan dari replikasi helaian kromatin. Kromosom politen sering ditemukan pada kelenjar ludah Drosophila melanogaster.
Struktur kromosom politen terdiri dari lengan kanan dan kiri dari kromosom 2 dan 3 dan kromosom pendek (kromosom 4) pada bagian  kromosenter. Bagian-bagian dari kromosom politen yaitu adanya kromosenter, kromonemata, band, interband, dan puff.


Kromosom politen terlihat berbeda dengan kromosom biasa karena pasangan kromosom homolognya bersinaps.
Selain pada kelenjar ludah, kromosom politen juga bisa ditemukan di tubulus malphigi dan kantong lambung. Kromosom politen pada kelenjar ludah terlihat besar karena tidak terjadi pemendekan kromatin pada tahap interfase nya. Dilakukannya pengamatan pada larva instar III Drosophila melanogaster karena larva tersebuta sudah besar dan sudah mendapatkan makanan yang cukup serta sudah beradaptasi dengan lingkungannya.



Daftar Pustaka


Eberhard P. 2007. Color atlas of genetics. Thieme Stuttgart. New York: 497 hlm
Henderson, D.S. 2004. Drosophila cytogenetics protocols. Humana Press. United States:468 hlm
May, dkk. 2011. What is a chromosome?.
Suryo, 1995. Sitogenetika. Gajah Mada University Press. Yogyakarta: xii + 531 hlm
Wolfe, Stephen L. 1993. Molecular and cellular biology. Wadsworth, Inc. California: xviii + 1145 hlm
Harth, Daniel L., Jones E. 2005. Genetics: Analysis of genes & genomes. Jane Bartlett Publishers, Inc. Canada: 763 hlm




Lampiran
Kromosom politen hasil pengamatan kelompok 5







Kromosom politen hasil pengamatan kelompok 1

PENGAMATAN Drosophila melanogaster NORMAL DAN MUTAN-MUTANNYA

TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami pengertian mutasi.
2. Mengetahui perbedaan morfologi antara Drosophila melanogaster jantan dan Drosophila melanogaster betina.
3. Mengetahui perbedaan antara Drosophila melanogaster normal dengan mutan-mutannya.

II. TEORI
Mutasi merupakan perubahan turun-temurun pada susunan basa nukloetida dari genom DNA (deoxyribonucleic acid) atau pada urutan angka dari gen atau kromosom pada sebuah sel, dapat terjadi secara spontan atau dengan melalui media lain (Rittner & Timothy. 2004: 254). Mutasi disebabkan oleh agen-agen tertentu. Satu agen yang menyebabkan satu permanen turun temurun perubahan ke dalam DNA (deoxyribonucleic acid) dari satu organisme disebut mutagen (Rittner & Timothy. 2004: 253). Agen-agen tersebut dapat berupa bahan kimiawi atau fisik yang berinteraksi dengan DNA sehingga menyebabkan mutasi (Campbell dkk. 2002: 335). Organisme yang mengalami perubahan atau mutasi disebut mutan, sedangkan mutagenesis merupakan istilah yang dipakai untuk menyebutkan proses yang menyebabkan mutasi atau penciptaan suatu mutasi (Pai. 1992: 277; Campbell dkk. 2002: 402).
Berdasarkan sel-sel yang mengalami mutasi, terdapat beberapa macam jenis –jenis mutasi. Pertama, mutasi berdasarkan tingkat terjadinya yaitu mutasi kromosom dan mutasi gen. Mutasi kromosom adalah perubahan pada pengaturan susunan kromosom. Mutasi gen adalah mutasi pada rangkaian gen dan dapat melibatkan perubahan salah satu dari jumlah rangkaian DNA, termasuk substitusi pasangan basa mahupun penambahan atau pengurangan satu atau lebih pasangan basa DNA (Russell 1994: 378).
Kedua, mutasi berdasarkan sel yang mengalaminya yaitu mutasi somatik dan germinal. Mutasi somatik terjadi apabila sel mutan memberikan peningkatan hanya pada sel somatik saja (pada organisme multiseluler), sehingga akan tercipta wilayah mutan pada bagian tubuh mutan tersebut, tetapi karakteristik mutannya tidak diturunkan kepada generasi berikutnya. Mutasi germinal adalah mutasi yang terjadi pada germinal organisme yang bereproduksi secara seksual, dan dapat diturunkan kepada generasi berikutnya melalui gamet sehingga akan menghasilkan suatu individu yang mengalami mutasi baik pada sel somatik mahupun pada sel germinal (Russell. 1994: 378).
Ketiga, mutasi berdasarkan peranan mutagen yaitu mutasi induksi dan spontan. Mutasi induksi merupakan mutasi yang diakibatkan oleh “media” yang saling barkaitan disebabkan oleh mutagen-mutagen antara lain dengan bahan-bahan kimia yang bergabung dengan gugus basa. Misalnya, benzpyrene, salah satu komponen kimia rokok, membuat ikatan yang cukup besar dan kompleks dengan guanin, sehingga menyulitkan dalam pemasangan basa lainnya. Saat DNA polymerase mendapatkannya sebagai guanin yang termodifikasi, maka basa tersebut tidak akan berubah menjadi sitosin, sehingga terjadi mutasi. Selain dengan bahan kimia, radiasi juga menjadi penyebab mutasi induksi. Radiasi merusak meteri genetik dalam dua cara, yaitu radiasi ion (ionizing radiation) yang menghasilkan bahan kimia yang sangat reaktif, disebut sebagai radikal bebas yang menyebabkan suatu gugus basa tidak dapat dikenali (oleh DNA polymerase), sehingga menyebabkan terjadinya abnormalitas kromosom. Kedua, radiasi UV (ultraviolet radiation) dari matahari akan diserap oleh basa timin dalam DNA yang menyebabkan timin dapat membentuk ikatan kovalen dengan nukleotida yang berdekatan dengannya. Hal tersebut juga menyebabkan kerusakan pada replikasi DNA (David Sadava dkk. 2004: 253--254). Mutasi spontan merupakan mutasi yang terjadi diakibatkan oleh kesalahan-kesalahan DNA selama replikasi, perbaikan, atau rekombinasi DNA dapat mengarah pada terjadinya substitusi, insersi, atau delesi pasangan basa, sama seperti terjadinya mutasi yang memepengaruhi rentangan DNA yang panjang (Campbell dkk. 2002: 335).
Lalat buah (Drosophila melanogaster) dan arthropoda yang lain mempunyai konstruksi modular, suatu seri segmen yang teratur. Segmen tersebut menyusun tiga bagian tubuh yang teratur: kepala, toraks (tubuh bagian tengah, tempat sayap dan kaki berawal), dan abdomen, perut bagian bawah, seperti hewan simetris bilateral lain, Drosophila mempunyai poros anterior-posterior (kepala-ekor) dan poros dorsal-ventral (punggung-perut) (Campbell dkk. 2002: 423--424).
Alasan menggunakan Drosophila melanogaster dalam percobaan adalah Drosophila melanogaster merupakan insekta yang memiliki jumlah kromosom yang sedikit, yaitu 2n = 8. Drosophila melanogaster memiliki siklus hidup yang pendek yaitu sekitar 10-12 hari, dengan menghasilkan telur yang banyak tiap kali Drosophila melanogaster betina bertelur, sehingga mudah dirawat dan mempunyai banyak karakter mutan. Drosophila melanogaster memiliki tiga pasang kromosom penting, yang mempunyai sistem kromosom XX / XY untuk penetapan kromosom seks, mempunyai kromosom raksasa pada kelenjar ludah dari larvanya, dan pada Drosophila melanogaster jantan tidak ditemukan crossing over atau pindah silang saat meiosis terjadi (Jones & Rickards. 1991: 48).
Kromosom kelamin dibedakan atas kromosom X dan kromosom Y. Drosophila melanogaster betina memiliki kromosom X sebanyak dua buah dengan bentuk batang lurus. Kromosom Y hanya dimiliki oleh Drosophila melanogaster jantan dengan bentuk sedikit bengkok pada salah satu ujungnya dan lebih pendek dari kromosom X. Drosophila melanogaster jantan memiliki satu buah kromosom X dan satu buah kromosom Y. Oleh karena itu, formula kromosom untuk Drosophila melanogaster betina adalah 3AA + XX (dengan 3 pasang autosom + 1 pasang kromosom X), sedangkan untuk Drosophila melanogaster jantan adalah 3AA + XY (3 pasang autosom + sebuah kromosom X + sebuah kromosom Y) (Suryo. 1990: 164-165). Lalat buah (Drosophila melanogaster) jantan mahupun betina dewasa yang telah matang dapat dilihat perbedaannya walaupun dengan kasat mata. Perbedaan tersebut diantaranya sebagai berikut.
1. Drosophila melanogaster betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar bila dibandingkan dengan Drosophila melanogaster jantan.
2. Bagian abdomen (perut) Drosophila melanogaster betina terdapat garis-garis hitam yang tebal pada bagian dorsal hingga ujung abdomen. Bagian abdomen Drosophila melanogaster jantan juga terdapat pola garis hitam yang tebal di sepanjang abdomen bagian dorsal, akan tetapi garis hiam di bagian ujung abdomennya berfusi.
3. Bagian ujung abdomen Drosophila melanogaster betina lancip, kecuali ketika sedang dipenuhi telur-telur, sedangkan ujung abdomen Drosophila melanogaster jantan membulat dan tumpul.
4. Khusus Drosophila melanogaster jantan terdapat karakter khusus berupa sex comb yaitu kira-kira 10 bulu berwarna gelap yang terletak di tarsal pertama pada kaki depannya. Sex comb adalah ciri utama Drosophila melanogaster jantan. Sex comb dapat dipakai untuk mengidentifikasi jenis kelamin lalat buah pada dua jam pertama setelah lalat tersebut menetas, ketika bentuk dan pigmentasi lalat tersebut belum berkembang sempurna (Jones & Rickards. 1991: 51).
Bristle adalah rambut-rambut halus yang terletak pada ujung posterior dari toraks bagian dorsal yang berfungsi untuk sensor mekanik. Halter merupakan sepasang sayap yang tereduksi dan berfungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat terbang (Jones & Rickards. 1991: 52).
Ciri-ciri Drosophila melanogaster ¬normal (wild type) adalah sebagai berikut:
1. Drosophila melanogaster tipe liar (wild type) memiliki mata bulat lonjong dengan warna merah cerah. Warna pigmen mata pada Drosophila melanogaster berasal dari pigmen pteridin dan ommochrome (Klug & Curmings. 1994: 97).
2. Lalat tipe liar memiliki warna tubuh cokelat keabu-abuan dengan panjang ukuran sayap normal (Campbell dkk. 2002: 282).
3. Indikasi sayap normal adalah sayap yang panjangnya lebih panjang melebihi panjang tubuhnya (Campbell dkk. 2002: 282).
Hal yang harus diperhatikan dalam pengamatan terhadap Drosophila melanogaster adalah jenis kelamin, keadaan mata, keadaan sayap, dan warna tubuh. Mutasi yang terjadi pada mata Drosophila melanogaster diantaranya adalah:
1. White (w) merupakan mutan dengan warna mata putih karena tidak memiliki pigmen pteridin dan ommochrome. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 1, lokus 1,5.
2. Vermilion (v) merupakan mutan dengan warna mata merah yang sangat terang (warna vermilion). Mutasi teradi pada kromosom nomor 1, lokus 33.
3. Bar (B) merupakan mutan dengan bentuk mata yang sipit. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 1, lokus 57.
4. Carnation (car) merupakan mutan dengan warna mata seperti anyelir. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 1, lokus 62,5.
5. Purple (pr) merupakan mutan dengan mata warna ungu. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 2, lokus 54,5.
6. Brown (bw) merupakan mutan dengan mata warna cokelat. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 2, lokus 104.
7. Lobe (L) merupakan mutan dengan mata yang tereduksi, sehingga mata terlihat sangat kecil dan tidak berbentuk bulat lonjong. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 2, lokus 72,0.
8. Cinnabar (cn) merupakan mutan dengan mata berwarna merah sedikit agak orange. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 2, lokus 57,5.
9. Star (S) merupakan mutan dengan mata kasar dan kecil. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 2, lokus 1,3.
10. Sepia (se) merupakan mutan dengan mata warna cokelat tua agak kehitaman, hal tersebut karena mutan kelebihan pigmen sepiapterin. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 26.
11. Scarlet (st) merupakan mutan dengan mata warna merah tua. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 44.
12. Rough (ro) merupakan mutan dengan permukaan mata yang agak kasar dan faset abnormal. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 91,1.
13. Claret (ca) merupakan mutan dengan mata berwarna merah anggur atau merah delima (ruby). Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 100,7.
14. Eyemissing (eym) merupakan mutan yang tidak mempunyai organ mata. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 4, lokus 2,0.
Mutasi yang terjadi pada sayap Drosophila melanogaster adalah sebagai berikut:
1. Cut wings (ct) merupakan mutan dengan sayap yang terpotong. Mutasi terjadi pada kromosom nomoe 1, lokus 20.
2. Miniature (m) merupakan mutan dengan panjang sayapnya sama dengan panjang tubuhnya. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 1, lokus 36,1.
3. Dumpy (dp) merupakan mutan dengan bentuk sayap yang terbelah sehingga panjang sayap tampak hanya dua per tiga dari panjang sayap normal.
4. Vestigial (vg) merupakan mutan dengan sayap yang tereduksi yang berarti panjang sayap mutan jauh lebih pendek dibanding panjang sayap Drosophila melanogaster normal, akibatnya Drosophila melanogaster dengan bentuk sayap tersebut tidak dapat terbang. Mereka hanya mengandalkan bristle sebagai alat sensor mekaniknya.
5. Curly (Cy) merupakan mutan dengan sayap melengkung ke atas, baik pada saat terbang mahupun hinggap. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 50,0.
6. Taxi (tx) merupakan mutan dengan sayap yang terentang, baik ketika terbang mahupun hinggap. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 91,0.
Mutasi pada warna tubuh Drosophila melanogaster adalah sebagai berikut:
1. Yellow (y) merupakan mutan dengan warna tubuh kuning. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 1, lokus 0,0.
2. Black (b) merupakan mutan dengan warna tubuh hitam pekat. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 2, lokus 48,5.
3. Ebony (e) merupakan mutan dengan warna tubuh gelap. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 70,7
(Russell. 1994: 113).
Untuk menandai Drosophila melanogaster alel tipe normal dari gen beberapa lokus sering digunakan tanda +. Alel mutan diberi simbol dengan menggunakan huruf pertama atau dua huruf pertama dari kata yang mendeskripsikan mutasi tersebut. Misalnya bw adalah simbol untuk alel mata cokelat, vg untuk alel sayap vestigial, dan w untuk alel mata putih. Alel tipe liar yang cocok dapat diberikan tanda +, atau bisa juga dibedakan dengan cara menuliskannya bw+, vg+, dan w+. Alel mutan resesif dituliskan dengan huruf kecil (misalnya vg), sementara alel mutan dominan dituliskan dengan huruf kapital (misalnya B untuk alel mata Bar, atau B+ untuk alel mata normal) (Jones & Rickards 1991: 53). Cara penulisan suatu individu mutan Drosophila melanogaster adalah dengan mengurutkan mulai dari seks, keadaan mata, keadaan sayap, dan warna tubuh. Contahnya adalah sebagai berikut:
1. Drosophila melanogaster jantan normal, maka penulisan notasi individu tersebut adalah: ♂ w+ w+ m+ m+ e+ e+.
2. Drosophila melanogaster betina dengan sayap tereduksi, maka penulisan notasi individu tersebut adalah: ♀ w+ w+ vg vg e+ e+.
3. Drosophila melanogaster betina dengan mata putih dan tubuh berwarna kuning, maka penulisan notasi individu tersebut adalah: ♀ w w m+ m+ y y.
4. Drosophila melanogaster jantan dengan warna tubuh hitam dan sayapnya melengkung ke atas, maka penulisan notasi individu tersebut adalah: ♂ w+ w+ cy cy b b.
5. Drosophila melanogaster jantan dengan warna tubuh gelap dan memiliki mata sipit, maka penulisan notasi individu tersebut adalah: ♂ B B m+ m+ se se.

III. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA
A. ALAT
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pengamatan Drosophila melanogaster dan mutan-mutannya adalah botol etherizer, busa penutup, botol spesimen, cawan petri, kuas nomor 6, lup, pipet tetes, dan mikroskop stereo.
B. BAHAN
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum pengamatan Drosophila melanogaster dan mutan-mutannya adalah sediaan Drosophila melanogaster normal dan mutan-mutannya dan larutan dietileter.

C. CARA KERJA
1. Sebelum Drosophila melanogaster dikeluarkan dari botol asalnya, terlebih dahulu botol tersebut digoyang-goyangkan agar lalat-lalat yang hinggap di sekitar dinding botol turun ke permukaan bawah botol. Setelah lalat berada di permukaan bawah, lalat telah siap untuk dipindahkan.
2. Drosophila melanogaster dipindahkan ke botol etherizer setelah dipastikan bahwa lalat tersebut berada di permukaan bawah botol asalnya, dan dengan gerakan cepat busa penutup botol dibuka.
3. Kedua mulut botol segera ditempelkan setelah busa penutup dibuka dan harus dipastikan bahwa tidak ada celah sedikit pun antara kedua mulut botol.
4. Setelah botol etherizer segera ditutup dengan busa penutupnya, kemudian kapas di tengah busa ditetesi larutan dietileter secukupnya.
5. Botol yang telah ditetesi larutan dietileter didiamkan sebentar hingga lalat-lalat di dalamnya terbius atau pingsan.
6. Selanjutnya penutup botol dibuka, kemudian lalat normal tersebut dipindahkan ke dalam cawan petri dengan menggunakan kuas untuk diamati.
7. Drosophila melanogaster yang telah diletakkan di atas cawan petri kemudian diamati dengan lup dan mikroskop stero.
8. Drosophila melanogaster yang telah diamati kemudian dicatat dan digambar untuk mempermudah pengidentifikasian.

IV. PEMBAHASAN
Praktikum genetika mengenai mutasi menggunakan Drosophila melanogaster sebagai objek pengamatan. Hal pertama yang praktikan lakukan adalah mengisolasi Drosophila melanogaster dari botol spesimen ke botol etherizer. Sebelumnya, botol spesimen digoyangkan atau ditepuk-tepuk terlebih dahulu, tujuannya agar lalat yang hinggap di sisi dinding botol turun ke dasar permukaan botol. Botol etherizer disiapkan dalam posisi terbalik atau posisi bibir botol berada di bawah, tepat di atas botol spesimen, tujuannya agar lalat lebih mudah pindah ke botol di atasnya.
Kedua busa penutup botol dibuka, dan dengan gerakan cepat, kedua bibir botol ditempelkan satu sama lain, dipastikan rapat tanpa celah. Tujuannya agar tidak ada lalat yang lolos keluar botol ketika dipindahkan ke botol etherizer. Drosophila melanogaster pindah secara perlahan menuju botol etherizer. Setelah beberapa ekor Drosophila melanogaster berhasil dipindahkan ke botol etherizer, kedua botol segera ditutup kembali dengan busa penutupnya, dengan gerakan yang cepat pula.
Kemudian, praktikan meneteskan beberapa tetes ether ke tengah busa penutup botol agar tepat sasaran dengan menggunakan pipet tetes. Praktikan menunggu hingga Drosophila melanogaster di dalam botol etherizer tidak bergerak lagi atau dengan kata lain terbius. Pembiusan Drosophila melanogaster dengan menggunakan larutan dietileter bertujuan untuk menjaga Drosophila melanogaster tetap berada dalam keadaan pasif atau diam ketika diamati (Jones & Rickards. 1991: 48--50).
Setelah Drosophila melanogaster terbius, praktikan memindahkan lalat tersebut ke atas gelas arloji dengan menggunakan kuas nomor 5. Penggunaan kuas bertujuan agar lalat tidak mengalami luka sedikitpun ketika dipindahkan karena permukaan bulu kuas yang lembut. Penggunaan gelas arloji berfungsi sebagai wadah untuk Drosophila melanogaster ketika diamati di bawah mikroskop. Sebelum diamati di bawah mikroskop, spesimen diamati dengan menggunakan lup. Penggunaan lup dalam pengamatan bertujuan agar Drosophila melanogaster lebih mudah untuk diamati oleh praktikan (Jones & Rickards. 1991: 51).
Setelah diamati dengan menggunakan lup, Drosophila melanogaster juga diamati dengan menggunakan mikroskop. Mikroskop yang digunakan adalah jenis mikroskop stereo. Penggunaan mikroskop stereo berfungsi agar spesimen yang diamati di bawah mikroskop dapat terlihat lebih jelas bila dibandingkan dengan pengamatan menggunakan lup. Hal tersebut dilakukan karena mikroskop stereo memiliki medan kerja yang lebih besar.
Alasan menggunakan Drosophila melanogaster dalam percobaan adalah merupakan organisme yang baik untuk mempelajari genetika, khususnya mutasi. Penggunaan Drosophila melanogaster dalam pengamatan tersebut mempunyai banyak keuntungan, diantaranya Drosophila melanogaster adalah organisme yang memiliki jumlah kromosom yang sedikit, yaitu 2n = 8 (Jones & Rickards 1991: 48). Drosophila melanogaster juga memiliki siklus hidup yang pendek dan memiliki banyak karakter mutan. Drosophila melanogaster memiliki siklus hidup yang pendek yaitu sekitar 10-12 hari, dengan menghasilkan telur yang banyak tiap kali Drosophila melanogaster betina bertelur, sehingga mudah dirawat dan mempunyai banyak karakter mutan. Drosophila melanogaster memiliki tiga pasang kromosom penting, yang mempunyai sistem kromosom XX / XY untuk penetapan kromosom seks, mempunyai kromosom raksasa pada kelenjar ludah dari larvanya, dan pada Drosophila melanogaster janan tidak ditemukan crossing over atau pindah silang saat meiosis terjadi (Jones & Rickards 1991: 48).
Hasil yang berhasil didapatkan praktikan selama praktikum adalah Drosophila melanogaster normal jantan dan betina serta mutan-mutan Drosophila melanogaster. Drosophila melanogaster normal jantan yang praktikan amati memiliki ciri-ciri terdapat pola garis hitam di sepanjang abdomen dorsalnya dengan pola garis yang berfusi di bagian ujung abdomennya. Bentuk ujung abdomen Drosophila melanogaster jantan agak membulat dan tumpul. Praktikan mengamati ujung abdomen Drosophila melanogaster berbentuk lebih lancip dan menajam bila dibandingkan dengan ujung abdomen Drosophila melanogaster jantan, dengan pola garis di ujung abdomen dorsalnya tidak berfusi. Berdasarkan literatur sudah sesuai dengan yang telah dipraktikumkan.
Mutan-mutan Drosophila melanogaster yang sudah diamati selama praktikum berlangsung adalah sebagai berikut:
1. Yellow white (yw): praktikan mengamati mutan tersebut memiliki warna badan secara keseluruhan kuning dengan mata berwarna putih. Artinya, lalat tersebut mengalami dua mutasi. Berdasarkan literatur, Drosophila melanogaster mutan white memiliki warna mata putih dan mutan yellow memiliki warna tubuh kuning secara keseluruhan (Russell. 1994: 113).
2. Black (b): secara keseluruhan lalat tersebut memiliki warna tubuh hitam pekat dengan warna mata dan bentuk sayap normal. Berdasarkan literature, Drosophila melanogaster mutan black memiliki warna tubuh hitam pekat (Russell. 1994: 113).
3. Taxi (tx): praktikan mengamati sayap mutan taxi agak merentang ke arah kanan dan kiri bagian tubuhnya. Berdasarkan literatur, mutan taxi memiliki sayap yang selalu merentang baik ketika terbang mahupun hinggap (Russell. 1994: 113).
4. Dumpy (dp): praktikan mengamati sayap mutan dumpy terbelah sehingga terlihat lebih pendek dari yang normal. Berdasarkan literatur, mutan dumpy memiliki sayap yang terbelah sehingga panjang sayap terlihat hanya dua per tiga dari panjang sayap Drosophila melanogaster normal (Russell. 1994: 113).
5. Eyemissing (eym): praktikan mengamati Drosophila melanogaster mutan eyemissing tidak dilengkapi dengan organ mata. Berdasarkan literatur, mutan eyemissing tidak memiliki organ mata (Russell. 1994: 113).
6. Vestigial (vg): praktikan mengamati sayap Drosophila melanogaster mutan vestigial tidak terlihat, sehingga lalat tersebut tidak bisa terbang. Berdasarkan literatur, mutan vestigial tidak memiliki sayap karena sayap tereduksi (Russell. 1994: 113).

VI. KESIMPULAN


1. Mengetahui dan memahami pengertian mutasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi mutasi.
2. Ada beberapa perbedaan morfologi antara Drosophila melanogaster jantan dengan betina antara lain ukuran tubuh Drosophila melanogaster betina lebih besar dari tubuh jantan, pola garis hitam pada abdomen dorsal Drosophila melanogaster jantan berfusi di ujung abdomen sementara pada betina tidak berfusi, serta ujung abdomen Drosophila melanogaster jantan tumpul dan membulat sementara ujung abdomen Drosophila melanogaster betina lancip dan menajam.
3. Mengetahui perbedaan antara Drosophila melanogaster fenotip normal dengan fenotip mutan biasanya muncul pada bagian mata, keadaan sayap, dan warna tubuh sesuai dengan tempat dimana biasanya mutasi pada Drosophila melanogaster terjadi.

V. DAFTAR ACUAN
Campbell, N.A., J.B. Reece, & L.G. Mitchell. 2002. BIologi. Edisi kelima-Jilid-1. Terj. dari Biology oleh Lestari, R. Erlangga, Jakarta: xxi + 438 hlm.
http://www.exploratorium.edu/imaging_station/gallery.php. 16 Februari 2010, jam 15:55
Jones, R.N., G.K. Rickards. 1991. Practical Genetics. Open University Press. Milton Keynes: xii + 228 hlm.
Pai, A.C. 1992. Dasar-dasar Genetika. Terj. dari Apandi, M. Erlangga. Jakarta: x + 438 hlm.
Rittner, Don dan Timothy L. McCabe. 2004. Encyclopedia of Biology. Facts On File, Inc. New York: xiii + 381 hlm.
Russell, P.J. 1994. Foundamental of Genetics. Harper Collins College Publishers. New York: xiii + 528 hlm.
Sadava, D. 2004. Life: The Science of Biology. 5th ed. Sinauer Associates, Inc.
Suryo. 1990. Genetika Strata I. Gajah Mada University Press. Yogyakarta: xvi + 344 hlm.

Pengamatan Drosophila melanogaster

Orang yang pertama yang menggunakan Lalat buah sebagai objek penelitian Genetika adalah Thomas Hunt Morgan yang berhasil menemukan penemuan pautan seks. Spesies lalat buah, Drosophila melanogaster, sejenis serangga biasa yang umumnya tidak berbahaya yang merupakan pemakan jamur yang tumbuh pada buah. Lalat buah adalah serangga yang mudah berkembang biak. Dari satu perkawinan saja dapat dihasilkan ratusan keturunan, dan generasi yang baru dapat dikembangbiakkan setiap dua minggu. Karakteristik ini menjadikan lalat buah menjadi organisme yang cocok sekali untuk kajian-kajian genetik.

Pada percobaan ini akan dilakukan perkawinan dihibrid pada lalat buah Drosophila melanogaster yang telah ditangkap dan dimasukkan ke dalam botol kultur berisi medium yang telah dibuat sebelumnya dan telah memadat. Lalat yang dikawinkan terdiri dari 3-5 pasang lalat jantan dan betina dalam satu botol. Kemudian diamati setiap hari daur hidup perkembangan lalat Drosophila melanogaster, jika keturunan F1 sudah ada yang dewasa maka lalat dewasa tersebut dipindahkan untuk diamati morfologi dan ditentukan jenis kelaminnya serta dihitung rasio keturunannya. Setelah itu lalat keturunan F1 yang telah dewasa dikawinkan lagi untuk memperoleh keturunan F2, perlakuan yang sama juga dilakukan pada keturunan F2.
Permasalahan yang akan dibahas dalam percobaan ini adalah bagaimana membuat medium kultur Drosophila melanogaster, mengamati morfologi dan siklus hidup Drosophila melanogaster, bagaimana membedakan seks lalat jantan dan lalat betina serta melihat variasi fenotip dan genotip mata lalat yang terangkai kromosom-X dan juga bagaimana melakukan perkawinan dihibrid pada Drosophila melanogaster serta mengamati rasio fenotip pada keturunan F1 dan F2.
Tujuan:
1. Mengetahui tahapan-tahapan dalam siklus hidup Drosophila melanogaster.
2. Mengetahui lama dari tiap tahapan dalam siklus hidup Drosophila melanogaster.
3. Mengetahui cara menangani dan memelihara Drosophila melanogaster.
Lalat Buah Drosophila melanogaster
Berikut merupakan klasifikasi dari Drosophila melanogaster:
Kingdom Animalia
Phyllum Arthropoda
Kelas Insecta
Ordo Diptera
Famili Drosophilidae
Genus Drosophila
Spesies Drosophila melanogaster (Borror, 1992).
Selain itu, Drosophila juga diklasifikasikan ke dalam sub ordo Cyclophorpha (pengelompokan lalat yang pupanya terdapat kulit instar 3, mempunyai jaw hooks) dan termasuk ke dalam seri Acaliptrata yaitu imago menetas dengan keluar dari bagian anterior pupa (Wheeler, 1981).
Adapun ciri umum lain dari Drosophila melanogaster diantaranya:
1) Warna tubuh kuning kecoklatan dengan cincin berwarna hitam di tubuh bagian belakang.
2) Berukuran kecil, antara 3-5 mm.
3) Urat tepi sayap (costal vein) mempunyai dua bagian yang terinteruptus dekat dengan tubuhnya.
4) Sungut (arista) umumnya berbentuk bulu, memiliki 7-12 percabangan.
5) Crossvein posterior umumnya lurus, tidak melengkung.
6) Mata majemuk berbentuk bulat agak ellips dan berwana merah.
7) Terdapat mata oceli pada bagian atas kepala dengan ukuran lebih kecil dibanding mata majemuk. Kepala berbentuk elips.
8) Thorax berbulu-bulu dengan warna dasar putih, sedangkan abdomen bersegmen lima dan bergaris hitam.
9) Sayap panjang, berwarna transparan, dan posisi bermula dari thorax.
Ada beberapa keuntungan dari Lalat buah (Drosophila melanogaster) sehingga banyak dijadikan objek atau bahan percobaan genetik, di antaranya:
1. Lalat buah (Drosophila melanogaster) mudah dipelihara dalam laboratorium karena makanannya sangat sederhana, hanya memerlukan sedikit ruangan dan tubuhnya cukup kuat.
2. Pada temperatur kamar (suhu ruangan), Lalat buah (Drosophila melanogaster)dapat menyelesaikan siklus hidupnya kurang lebih dalam 12 hari.
3. Jumlahnya di alam sangat berlimpah dan mudah diperoleh.
4. Lalat buah (Drosophila melanogaster) dapat menghasilkan keturunan dalam jumlah yang besar.
5. Jumlah kromosom relatif sedikit, yaitu 4 pasang dan memiliki “Giant Chromosme”. kromosom ini terdapat dalam sel-sel kelenjar ludah yang besarnya 100 kali lipat dari kromosom biasa, sehingga mudah diamati di bawah mikroskop cahaya.
6. Mudah dibedakan antara lalat jantan dan lalat betina. Lalat buah (Drosophila melanogaster)memiliki berbagai macam perbedaan sifat keturunan yang dapat dikenali dengan pembesaran lemah. Lalat buah (Drosophila melanogaster) ini memiliki beberapa jenis mutan (individu yang dihasilkan karena adanya mutasi) yang dapat diamati dengan perbesaran yang lemah pula.
7. Perkembangan dari siklus hidupnya pendek mudah di amati, karena terjadi di luar tubuhnya mulai dari telur, larva, pupa hinggá menjadi dewasa (imago).
Daur Hidup Drosophila melanogaster
Daur hidup lalat Drosophila relatif pendek, terdiri atas tahap-tahap sebagai berikut:
a) Individu betina dewasa bertelur dua hari setelah keluar dari pupa. Masa bertelur ini berlangsung lebih kurang selama 1 minggu, dengan jumlah telur 50 hingga 75 butir/hari. Telur diletakkan di permukaan makanan. Bentuknya oval, memiliki struktur seperti kait yang berfungsi sebagai pengapung untuk mencegah agar tidak tenggelam ke dalam makanan yang berbentuk cair.Diameternya 0,5 mm sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang. Tahaptelur berlangsung selama lebih kurang 24 jam (Anonim, 2010). Telur Drosophila dilapisi oleh dua lapisan, yaitu satu selaput vitellin tipis yang mengelilingi sitoplasma dan suatu selaput tipis tapi kuat (Khorion) di bagian luar dan di anteriornya terdapat dua tangkai.tipis. Korion mempunyai kulit bagian luar yang keras dari telur tersebut (Borror, 1992).Pada ujung anterior terdapat mikrophyle, tempat spermatozoa masuk ke dalam telur. Walaupun banyak sperma yang masuk ke dalam mikrophyle tapi hanya satu yang dapat berfertilisasi dengan pronuleus betina dan yang lainnya segera berabsorpsi dalam perkembangan jaringan embrio (Borror, 1992). Perkembangan dimulai segera setelah terjadi fertilisasi, yang terdiri dari dua periode. Pertama, periode embrionik di dalam telur pada saat fertilisasi sampai pada saat larva muda menetas dari telur dan ini terjadi dalam waktu kurang lebih 24 jam. Dan pada saat seperti ini, larva tidak berhenti-berhenti untuk makan(Silvia, 2003).
Periode kedua adalah periode setelah menetas dari telur dan disebut perkembangan postembrionik yang dibagi menjadi tiga tahap, yaitu larva, pupa, dan imago (fase seksual dengan perkembangan pada sayap). Formasi lainnya pada perkembangan secara seksual terjadi pada saat dewasa (Silvia, 2003).
b) Larva Drosophila berwarna putih, bersegmen dengan panjang sekitar 4,5 mm, berbentuk seperti cacing, dan menggali dengan mulut berwarna hitam di dekat kepala.
Untuk pernafasan pada trakea, terdapat sepasang spirakel yang keduanya berada pada ujung anterior dan posterior (Silvia, 2003).Larva hidup di dalam makanan dan aktivitas makannya sangat tinggi. Pada tahap larva terjadi dua kali pergantian kulit, dan periode di antara masa pergantian kulit dinamakan stadium instar. Dengan demikian, dikenal tiga stadium instar, yaitu sebelum pergantian kulit yang pertama, antara kedua masa pergantian kulit, dan setelah pergantian yang kedua.
Di akhir stadium instar ketiga, larva keluar dari media makanan menuju ke tempat yang lebih kering untuk berkembang menjadi pupa. Secara keseluruhan tahap larva memakan waktu kira-kira satu minggu (Anonim, 2010). Saat kutikula tidak lunak lagi, larva muda secara periodik berganti kulit untuk mencapai ukuran dewasa. Kutikula lama dibuang dan integumen baru diperluas dengan kecepatan makan yang tinggi.
Selama periode pergantian kulit, larva disebut instar. Instar pertama adalah larva sesudah menetas sampai pergantian kulit pertama. Dan indikasi instar adalah ukuran larva dan jumlah gigi pada mulut hitamnya. Sesudah pergantian kulit yang kedua, larva (instar ketiga) makan hingga siap untuk membentuk pupa. Pada tahap terakhir, larva instar ketiga merayp ke atas permukaan medium makanan ke tempat yang kering dan berhenti bergerak. Dan jika dapat diringkas, pada Drosophila, destruksi sel-sel larva terjadi pada prose pergantian kulit (molting) yang berlangsung empat kali dengan tiga stadia instar : dari larva instar 1 ke instar II, dari larva instar II ke instar III, dari instar III ke pupa, dan dari pupa ke imago(Ashburner, 1985).Selama makan, larva membuat saluran-saluran di dalam medium, dan jika terdapat banyak saluran maka pertumbuhan biakan dapat dikatakan berlangsung baik. Larva yang dewasa biasanya merayap naik pada dinding botol atau pada kertas tissue dalam botol. Dan disini larva akan melekatkan diri pada tempat kering dengan cairan sperti lem yang dihasilkan oleh kelenjar ludah dan kemudian membentuk pupa (kepompong).
c) Pupa memiliki kutikula yang keras dan berwarna gelap. Panjangnya sekitar 3 mm. tahap ini berlangsung sekitar 5 hari. Saat larva Drosophila membentuk cangkang pupa, tubuhnya memendek, kutikula menjadi keras dan berpigmen, tanpa kepala dan sayap disebut larva instar 4. Formasi pupa ditandai dengan pembentukan kepala, bantalan sayap, dan kaki. Puparium (bentuk terluar pupa) menggunakan kutikula pada instar ketiga. Pada stadium pupa ini, larva dalam keadaan tidak aktif, dan dalam keadaan ini, larva berganti menjadi lalat dewasa(Ashburner, 1985).Struktur dewasa tampak jelas selama periode pupa pada bagian kecil jaringan dorman yang sama seperti pada tahap embrio. Pembatasan jaringan preadult (sebelum dewasa) disebut anlagen. Fungsi utama dari pupa adalah untuk perkembangan luar dari anlagen ke bentuk dewasa(Silvia, 2003).
d) Dewasa pada Drosophila melanogaster dalam satu siklus hidupnya berusia sekitar 9 hari. Setelah keluar dari pupa, lalat buah warnanya masih pucat, tubuhnya berwarna bening dan sayapnya belum mengembang. Keadaan ini akan berubah dalam beberapa jam. Sementara itu, lalat betina mencapai umur matang kelamin dalam waktu 12-18 jam dan dapat bertahan hidup kurang lebih selama 26 hari (Anonim, 2010).
Rangkai Kelamin pada Drosophila melanogaster
Rangkai kelamin awalnya ditemukan T.H Morgan pada percobaannya terhadap Drosophila melanogaster, ian mendapatkan lalat bermata putih. Lalat ini merupakan mutan (mengalami perubahan gen) karena lalat normata bermata merah. Ketika lalat jantan bermata putih dikawinkan dengan lalat betina normal (bermata merah), maka semua keturunannya bermata merah. Dan jika lalat F1 ini dikawinkan, maka keturunan F1 memperlihatkan perbandingan 3 bermata merah: 1 bermata putih. Dari perbandingan ini, diperoleh petunjuk bahwa merah adalah dominan terhadap putih, selain itu, semua lalat F2 bermata merah semua, sedangkan separoh dari lalat jantan bermata merah dan sebagian lagi bermata putih. Dari sini diambil kesimpulan bahwa gen resesip hanya memperlihatkan pengaruhnya pada lalat jantan saja. Karena itu Morgan berpendapat bahwa gen yang menentukan warna mata itu terdapat pada kromosom-X (Suryo, 2008).
Jika gen dominan W menentukan warma mata merah, dan alelnya w resesip untuk mata putih maka semua lalat betina keturunannya bermata merah, sedangkan separuh dari jumlah lalat jantan bermata merah dan separohnya lagi bermata putih. Karena lalat jantan hanya memiliki 1 kromosom-X, sedangkan di kromosom-Y tidak terdapat gen tersebut maka lalat jantan bersifat hemizigotik (Suryo, 2008).
Karena gen yang menentukan warna mata terletak pada kromosom-X, tentunya dapat terjadi lalat betina bermata putih dengan genotip ww. Hal ini terjadi jika lalat jantan bermata merah dikawinkan dengan lalat bermata merah dengan genotip Ww. Sehinggan diperoleh separoh dari jumlah anak lalat betina maupun separoh dari jumlah anak lalat jantan memiliki mata putih (Suryo, 2008).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Drosophila melanogaster
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada siklus hidup Drosophila melanogaster diantaranya sebagai berikut:
• Suhu Lingkungan
Drosophila melanogaster mengalami siklus selama 8-11 hari dalam kondisi ideal. Kondisi ideal yang dimaksud adalah suhu sekitar 25-28°C. Pada suhu ini lalat akan mengalami satu putaran siklus secara optimal. Sedangkan pada suhu rendah atau sekitar 180C, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan siklus hidupnya relatif lebih lama dan lambat yaitu sekitar 18-20 hari. Pada suhu 30°C, lalat dewasa yang tumbuh akan steril.
• Ketersediaan Media Makanan
Jumlah telur Drosophila melanogaster yang dikeluarkan akan menurun apabila kekurangan makanan. Lalat buah dewasa yang kekurangan makanan akan menghasilkan larva berukuran kecil. Larva ini mampu membentuk pupa berukuran kecil, namun sering kali gagal berkembang menjadi individu dewasa. Beberapa dapat menjadi dewasa yang hanya dapat menghasilkan sedikit telur. Viabilitas dari telur-telur ini juga dipengaruhi oleh jenis dan jumlah makanan yang dimakan oleh larva betina (Shorrocks, 1972).
• Tingkat Kepadatan Botol Pemeliharaan
Botol medium sebaiknya diisi dengan medium buah yang cukup dan tidak terlalu padat. Selain itu, lalat buah yang dikembangbiakan di dalam botol pun sebaiknya tidak terlalu banyak, cukup beberapa pasang saja. Pada Drosophila melanogaster dengan kondisi ideal dimana tersedia cukup ruang (tidak terlalu padat) individu dewasa dapat hidup sampai kurang lebih 40 hari. Namun apabila kondisi botol medium terlalu padat akan menyebabkan menurunnya produksi telur dan meningkatnya jumlah kematian pada individu dewasa.
• Intensitas Cahaya
Drosophila melanogaster lebih menyukai cahaya remang-remang dan akan mengalami pertumbuhan yang lambat selama berada di tempat yang gelap.
Perkawinan Monohibrid
Orang yang pertama kali melakukan percobaan perkawinan silang adalah Geroge mendel (1822-1884). Sebelumnya, Mendel menyebut gen sebagai faktor penentu. Kemudian kromosom (yaitu badan kromatin yang akan tampak selama mitosis dan berfungsi sebagai pembawa gen) ditemukan oleh Wilhelm Roux dan diperkuat dengan eksperimen T. Boveri dan W.S. Sutton (1902) yang membuktikan bahwa gen adalah bagian dari kromosom. Teori ini dikenal dengan teori kromosom. Gen diwariskan dari orang tua kepada keturunannya lewat gamet (Suryo, 2008).
Ketika Mendel menyilangkan tanaman ercis berbatang tinggi dengan yang berbatang kerdil, semua keturunan pertama (F1) berbatabg tinggi. Suatu tanda bahwa sifat tinggi mengalahkan sifat kerdil. Sifat tinggi adalah sifat dominan. Sifat yang dikalahkan disebut sifat resesip. Ketika tanaman keturunan pertama dibiarkan menyerbuk sendiri, diperoleh tanaman keturunan kedua dengan perbandingan ¾ batang tinggi: ¼ batang kerdil (Suryo, 2008).
Persilangan monohibrid adalah persilangan antar dua spesies yang sama dengan satu sifat beda. Persilangan monohIbrid ini sangat berkaitan dengan hukum Mendel I atau yang disebut dengan hukum segresi. Hukum ini berbunyi, “Pada pembentukan gamet untuk gen yang merupakan pasangan akan disegresikan kedalam dua anakan”. Mendel pertama kali mengetahui sifat monohybrid pada saat melakukan percobaan penyilangan pada kacang ercis (Pisum sativum). Sehingga sampai saat ini di dalam persilangan monohybrid selalu berlaku hukum Mendel I. Hukum Mendel I berlaku pada gametogenesis F1 x F1 itu memiliki genotif heterozigot. Gen yang terletak dalam lokus yang sama pada kromosom, pada waktu gametogenesis gen sealel akan terpisah, masing-masing pergi ke satu gamet (Yatim,1986).
Beberapa hal penting tentang perkawinan monohibrid:
• Semua indifidu F1 adalah seragam.
• Jika dominansi tampak sepenuhnya, maka indifidu F1 memiliki fenotip seperti induknya yang dominant.
• Pada waktu F1 yang heterozygote membentuk gamet-gamet, terjadilah pemisahan alel, sehingga gamet hanya mempunyai salah satu alel saja.
• Jika dominasi nampak sepenuhnya, maka perkawinan monohibrid menghasilkan keturunan dengan perbandingan 3:1 (Change, 2008).
Perkawinan Dihibrid
Hasil perkawinan antara 2 individu yang memiliki sifat beda disebut hibrid. Monohibrid adalah suatu hibrid dengan satu sifat beda (Aa). Dihibrid ialah suatu hibrid dengan dua sifat beda (AaBb) (Suryo, 2008).
Persilangan dihibrid yaitu persilangan dengan dua sifat beda. Persilangan ini sangat berhubungan dengan hukum Mendel II yang disebut “The Law of Independent Assortment of Genes”. Hukum ini mengatakan bahwa gen-gen dari sepasang alel memisah secara bebas ketika berlangsung pembelahan reduksi (meiosis) pada waktu pembentukan gamet(Suryo, 2008).Hukum ini berlaku ketika pembentukan gamet, dimana gen sealel secara bebas pergi ke masing-masing kutub ketika meiosis (Change, 2008).
Pada biji tanaman ercis hasil percobaan Mendel terdapat 2 sifat beda, yaitu bentuk dan warna biji. Kedua sifat beda ini ditentukan oleh gen-gen yang berbeda, yaitu:
B = gen untuk biji bulat
b = gen untuk biji keriput
K = gen untuk biji kuning
k = gen untuk biji hijau
Jadi, bentuk bulat biji dan warna kuning biji adalah dominan (Suryo,2008).
Jika tanaman ercis berbiji bulat-kuning homozigotik (BBKK) disilangkan dengan tanaman ercis berbiji keripur hijau (bbkk), hasilnya diperoleh semua tanamn F1 berbiji bulat-kuning. Apabila tanaman F1 ini dibiarkan menyerbuk sendiri akan membentuk 4 macam game baik jantan maupun betina, masing-masing dengan kombinasi BK, Bk, bK dan bk. Akibatnya pada F2 diharapkan terjadi 4×4= 16 kombinasi, yang terdiri dari 4 macam fenotip, yaitu tanamn berbiji bulat-kuning (9/16 bagian), berbiji bulat-hijau (3/16 bagian), berbiji keriput kuning (3/16 bagian) dan berbiji keriput-hijau (1/16 bagian). Dua diantaranya serupa dengan induknya semula, yaitu yang berbiji bulat-kuning dan yang berbiji keripur hijau. Sedang 2 lainnya merupakan hasil baru, yaitu yang berbiji bulat-hijau dan yang berbiji keriput kuning(Suryo, 2008).
Hasil persilangan dihibrid = hasil persilangan monohibrid I x hasil persilangan monohibrid II. Semidomonansi, artinya dominansi tidak nampak penuh, sehingga ada sifat intermedier. Misalnya pada perkawinan monohibrid dihasilkan keturunan dengan perbandinagn 1:2:1 (Suryo, 2008).
Uji Chi Square
Sering kali kita menemukan hasil dari sebuah percobaan persilangan/perkawinan yang hasilnya tidak sesuai dengan hukum Mendel dan mnyebabkan kita menjadi ragu akan hasil tersebut, apakah penyimpangan yang terjadi karena kebetukan atau karena ada faktor lain.
Dalam perhitungan juga harus diperhatikan derajat kebebasan (Degree of Freedom), yang nilainya sama dengan jumlah kelas fenotip dikurangi satu. Jadi, jika pada persilangan monohibrid menghasilkan keturunan dengan perbandingan 3:1 (ada dominansi penuh), berarti ada 2 kelas fenotip, sehingga derajat kebebasan = 2-1=1. Jika terdapat sifat intermedier, keturuna menghasilkan keturunan dengan perbandingan 1:2:1, berarti ada 3 kelas fenotip, sehingga derajat kebebasan = 3-1=2.
Menurut para ahli statistik, khusus untuk kelas 2 fenotip perlu diterapkan Koreksi Yates pada nilai deviasi, yaitu mengurangi nilai deviasi dengan 0,5. Apabila nilai yang diperoleh dari perhitungan terletak di bawah kolom kemungkinan 0,05 atau kurang (0,01 atau 0,001), berartifaktor kebetulan hanya berpengaruh sebesar 5% atau kurang. Dan berarti pula ada faktor lain yang berperan dan lebih berpengaruh pada kejadian tersebut, sehingga data percobaan tersebut dinyatakan buruk. Nilai dikatakan signifikan atau berarti, maksudnya deviasi (penyimpangan) sangat berarti dan ada faktor lain di luar faktor kemungkinan yang mengambil peranan. Apabila yang diperoleh dari perhitungan terletak di dalam kolom nilai kemungkinan 0,01 atau bahkan 0,001 itu berarti bahwa data percobaan yang diperoleh sangat buruk. Nilai dikatakan sangat berarti dan faktor kemungkinan sangat besar peranannya (Suryo, 2008).
Dalam tes Chi Square akan dibandingkan antara kemungkinan yang kita inginkan dengan hasil observasi yang kita lakukan. Menrut BR Friden.2001 “We wnt to know whethe rthe observed are consist with the presumed. If they are not, we call experiment ‘interisting’ or ‘significant’ ”. Untuk itulah dengan tes Chi Square kita dapat memastikan kebenaran Hukum Mendel dengan perkawinan yang telah kita lakukan, selama hasil yang kita peroleh masih signifikan (Aziz, 2009).
Metode Pengamatan Drosophila
Penangkapan Drosophila melanogaster
Lalat buah dipancing untuk datang dengan memasukkan pisang atau buah-buahan lain yang sudah mulai membusuk ke dalam kantung plastik kosong. Setelah beberapa pasang lalat buah masuk ke dalam plastik, lalat buah dipindahkan ke botol media. Makin banyak lalat yang tertangkap, makin baik, karena meningkatkan kemungkinan terdapatnya lalat betina dan memperkecil kemungkinan adanya kontaminasi oleh jamur. Kemudian botol disimpan di tempat teduh.
Memelihara Lalat Buah
Lalat buah dipelahara dalam botol berisi media. Media yang digunakan dibuat dari pisang yang sudah dihancurkan dan ragi. Botol media berisi lalat buah ini sebaiknya disimpan di tempat yang teduh. Bila kultur terkontaminasi oleh jamur, bersihkan media dengan membuang bagian yang terkontaminasi dan sedikit daerah disekitarnya menggunakan sendok, Kultur dapat juga dipindahkan ke media baru, dengan mensterilkan botol dan sumbat busa sebelum dipakai. Bila media menjadi sangat basah, masukkan kertas saring kedalam botol media tersebut.
Pengamatan Siklus Hidup Lalat Buah
Tempat, tanggal, jam penangkapan dan jumlah lalat buah yang tertangkap dicatat dalam lembar pengamatan. Botol media berisi lalat buah kemudian diamati paling sedikit dua kali sehari. Pada saat pertama muncul tahapan pertumbuhan tertentu, tanggal pengamatan dicatat. Bila pupa pertama telah muncul, lalat buah parental harus dikeluarkan dari botol media. Pengamatan dilanjutkan sampai lalat buah dewasa pertama muncul.
Perkawinan Parental Menghasilkan Keturunan F1 dan F2
berikut tabelnya silahkan unduh di sini:
Pembahasan : Fungsi Bahan medium dan Fungsi Perlakuan Percobaan
Percobaan ini berjudul Drosophila melanogaster sebagai organisme percobaan genetika, yang bertujuan mampu membuat medium kultur Drosophila melanogaster, dapat melakukan pengamatan morfologi dan siklus hidup Drosophila melanogaster, mampu membedakan seks lalat jantan dan lalat betina serta melihat variasi fenotip dan genotip mata lalat yang terangkai kromosom-X dan juga dapat melakukan perkawinan dihibrid pada Drosophila melanogaster serta mengamati rasio fenotip pada keturunan F1 dan F2..
Alasan praktikum ini menggunakan lalat buah Drosophila melanogaster adalah:
Ø Mudah diperoleh (hidup kosmopolitan)
Ø Murah dan mudah dipelihara di laboratorium
Ø Siklus hidupnya pendek
Ø Berkembang biak cepat dan keturunannya banyak
Ø Memiliki banyak mutan
Ø Mutan mudah diamati dan dibedakan
Ø Jumlah kromosomnya sedikit (4 pasang)
Ø Larva memiliki kromosom raksasa/politen (Suryo 1994).
Untuk pemeliharaan stock Drosophila melanogaster dapat digunakan berbagai macam-macam medium. Medium yang mula-mula dipergunakan adalah campuran antara pisang ambon dan tape ketela pohon dengan perbandingan 6 : 1. Medium tersebut dipakai selama lebih dari 15 tahun. Pada tahun 1984 mulai digunakan beberapa medium yang dicobakan untuk dapat pula ppemeliharaan jenis-jenis Drosiphila lainnya dan beberapa tahun terakhir ini telah digunakan resep yang baru. Hal ini disebabkan oleh karena kualitas tape dan pisang ambon yang tidak seragam, sehingga dirasakan perluuntuk memperoleh medium yang lebih padat dan dapat diandalkan. Resep baru yang akan dipakai merupakan modifikasi dari resep yang telah ada dan yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia (Hartati, 2009).
Biasanya Lalat buah (Drosophila melanogaster) dikembangbiakan dalam botol medium, mediumnya dapat terdiri dari: Molase, agar Molase, agar Pisang atau campuran antara Pisang dengan tape singkong dengan perbandingan 6:1. Jenis medium yang paling banyak digunakan adalah medium yang terdiri dari campuran antara pisang dengan tape singkong. Jenis medium ini juga biasanya digunakan untuk pemeliharaan.
Bahan yang digunakan untuk membuat medium kultur Drosophila melanogaster dalam percobaan ini adalah pisang raja masak sebagai bahan makanan yang disukai olehDrosophila melanogaster, antifungal untuk mengontrol pertumbuhan jamur, fermipan untuk mengubah gula kompleks menjadi gula sederhana dan untuk menumbuhkan jamur sebagai makanan Drosophila melanogaster, gula aren sebagai sumber gula atau karbohidrat, agar untuk memadatkan medium, asam sorbat/benzoate untuk mencegah kontaminan dari luar dan aquadest sebagai pelarut.
Perkawinan Parental Menghasilkan Keturunan F1
Dari tabel pengamatan yang bisa diunduh diatas tadi diperoleh keturunan F1 sebanyak 42 ekor jantan mata merah dan 23 ekor betina mata merah dengan jumlah keseluruhan adalah 65 ekordari induk yang semuanya juga bermata merah. Hal ini berarti semua lalat keturunan F1 bermata normal.
Kemungkinan persilangan yang tejadi adalah sebagai berikut:
F0: X+X– X+Y
(♀ mata merah) (♂ mata merah)
Menghasilkan keturunan F1:
♀ ♂ X+ Y
X+ X+ X+ X+Y
X– X+ X– X—Y
- X+ adalah gen pengkode warna merah yang dominan terhadap Xw yang mengkode warna putih.
- X—adalah genotip yang belum diketahui
Dari hasil pengamatan didapatkan keturunan F1 yang keseluruhan bermata merah. Dapat disimpulkan bahwa genotip X—merupakan X+ atau gen yang dominan. Karena jika genotip X—merupakan gen resesif maka salah satu jantan akan bermata putih. Sehingga dapat dimungkinkan parental betina memiliki genotip X+X+ dan jantan memiliki genotip X+Y. Namun hipotesa ini masih akan dibuktikan pada pengulangan menuju keturunan F2.
Dapat disimpulkan bahwa genotip yang ada pada keturunan F2 adalah
♀ ♂ X+ Y
X+ X+ X+ X+ Y
X+ X+ X+ X+Y
100 % jantan mata merah
100 % betina mata merah
Dilakukan penghitungan chi-square dari hasil tersebut. Jantan dan betina sama-sama memiliki rasio mata merah 100% sehingga data yang diamati adalah data jumlah keseluruhan baik jantan maupun betina disamakan. Rasio mendel adalah 4 mata merah : 0 mata putih
Nilai kemungkinannnya mendekati 0%. Faktor kemungkinan masih banyak berpengaruh dari pada faktor lain yang menyebabkan penyimpangan. Sehingga dapat dikatakan data percobaan itu sangat buruk dan tidak sesuai dengan hukum Mendel.
Perkawinan F1 Menghasilkan Keturunan F2
Dari tabel pengamatan yang bisa diunduh di atas diperoleh keturunan F2sejumlah jantan mata merah : 38 ekor dan betina mata merah : 137 ekor dengan jumlah keseluruhan 175 ekor dari induk yang semuanya juga bermata merah. Hal ini berarti semua lalat keturunan F2 bermata normal.
Kemungkinan persilangan yang tejadi adalah sebagai berikut:
F2: X+X– X+Y
(♀ mata merah) (♂ mata merah)
Menghasilkan keturunan F1:
♀ ♂ X+ Y
X+ X+ X+ X+Y
X– X+ X– X—Y
- X+ adalah gen pengkode warna merah yang dominan terhadap Xw yang mengkode warna putih.
- X—adalah genotip yang belum diketahui
Dari hasil pengamatan didapatkan keturunan F1 yang keseluruhan bermata merah. Dapat disimpulkan bahwa genotip X—merupakan X+ atau gen yang dominan. Karena jika genotip X—merupakan gen resesif maka salah satu jantan akan bermata putih. Sehingga dapat dimungkinkan parental betina memiliki genotip X+X+ dan jantan memiliki genotip X+Y. Namun hipotesa ini masih akan dibuktikan pada pengulangan menuju keturunan F2.
Karena seluruh F2 bermata merah, dapat disimpulkan bahwa genotip yang ada pada keturunan F2 adalah
♀ ♂ X+ Y
X+ X+ X+ X+ Y
X+ X+ X+ X+Y
100 % jantan mata merah
100 % betina mata merah
Dilakukan penghitungan chi-square dari hasil tersebut. Jantan dan betina sama-sama memiliki rasio mata merah 100% sehingga data yang diamati adalah data jumlah keseluruhan baik jantan maupun betina disamakan. Rasio mendel adalah 4 mata merah : 0 mata putih
Nilai kemungkinannnya mendekati 100%. Faktor kemungkinan masih banyak berpengaruh dari pada faktor lain yang menyebabkan penyimpangan. Sehingga dapat dikatakan data percobaan itu sangat baik dan sesuai dengan hukum Mendel.
Perbedaan Lalat Jantan dan Lalat Betina
Pada praktikum ini juga dilakukan pengamatan bagaimana membedakan antara lalat jantan dan betina untuk memudahkan pengamatan terhadap jenis kelamin parental maupun keturunan F1 dan F2 yang sifat fenotip warna mata yang berada pada kromosom seks atau gonosom.
Berikut ini adalah perbedaan antara lalat jantan dan betina dalam tabel:
Jantan Betina
Ujung abdomen membulat Abdomen memanjang dan ujung meruncing
Abdomen terdiri atas 5 segmen Abdomen terdiri atas 7 segmen
Tubuh kebih kecil Tubuh lebih besar
Memiliki sex comb atau sisir kelamin yaitu rambut kaku pada permukaan distal tarsus terakhir kaki depan Tidak memiliki sex comb
Akhirnya….
Kesimpulan yang dapat diambil dari pengamatan ini adalah pengamatan Drosophila dapat dilakukan dengan cara mengkulturkan pada medium dan botol kultur yang steril. Selanjutnya, karena seluruh keturunan pada F1 dan F2 baik jantan maupun betina bermata merah maka dapat disimpulkan bahwa parental Drosophila jantan bergenotip X+Y dan betina X+X+ sehingga tidak menghasilkan keturunan yang bermata putih.
Oke.. Semoga bermanfaat :)
Ditulis Oleh : Mutiara Maghfira Chairunnissa _ Fapet E Unpad 2010
Literatur yang digunakan :
Anonymous.2006.www.duniasatwa.com/forums/archive/index.php/t-102.html – 49k –
Anonymous.2006.www.iptek.net.id/ind/pd_invertebrata/index.php?id=80&ch=pd_ind_invertebrata2 – 14k –
Anonymous.2006.www.deptan.go.id/ditlinhorti/buku_peta/bagian_07.html – 12k
Anonim. 2010. Praktikum Genetika. (2008). Fakultas Biologi: Unsuoed
Aziz, Fuad Nur. 2009. Penejelasan mengenai penyimpangan Hukum Mendel. http://blog.beswandjarum.com. Diakses pada tanggal 25 April 2011 pukul 20.00 WIB.
Change. 2008. Persilangan Monohibrid. http://erikarianto.wordpress.com. Diakses pada tanggal 24 April 2011 pukul 20.00 WIB.
Campbell,Reece,Mitchell.BIOLOGI JILID IEdisi kelima.2004. Penerbit Erlangga: Jakarta
Silvia, Triana. 2003. Pengaruh Pemberian Berbagai Konsenterasi Formaldehida Terhadap Perkembangan Larva Drosophila. Bandung : Jurusan BiologiUniversitas Padjdjaran.
Strickberger, Monroe, W. 1962. Experiments in Genetics with Drosophila.London: John Wiley and Sons, inc.
Suryo, 2008. Genetika strata 1. UGM Press. Yogyakarta.
Yatim, Wildan. 1986. Genetika. Tarsito. Bandung.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

About Me

Flag Counter

Pages

Powered By Blogger

My Blog List

\Get snow effect

Followers